ASKEB NIFAS PATOLOGI DENGAN BENDUNGAN ASI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Nifas
A. Definisi
Masa nifas atau masa yang disebut juga masa post
partum atau puerperium adalah dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang
berlangsung selama enam minggu (Suherni, 2008). Masa puerperium atau masa nifas
dimulai setelah satu jam lahirnya plasenta sampai dengan enam minggu atau 42
hari (Saifuddin, 2008).
B. Klasifikasi
Masa Nifas
Nifas
dapat dibagi kedalam 3 periode :
a.
Puerperium dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan.
b.
Puerperium
intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya 6 – 8
minggu.
c.
Remote puerperium
yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan sehat sempurnah baik selama
hamil atau sempurna berminggu – minggu, berbulan – bulan atau tahunan.
C. Tujuan Asuhan Nifas
Asuhan
nifas bertujuan untuk :
1. Menjaga
kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
2. Melaksanakan
skrining yang komprehensip, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila
terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan
pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga
berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi yang
sehat.
4. Memberikan
pelayanan KB.
5. Mempercepat
involusi alat kandung.
6. Melancarkan
pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium.
7. Melancarkan
fungsi alat gastro intestinal atau perkamihan
8. Meningkatkan
kelancaran peredarahan darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran
sisa metabolisme.
D. Perubahan–Perubahan Yang
Terjadi Pada Masa Nifas
1. Perubahan
Fisiologi Masa Nifas Pada Sistem Reproduksi
Pada masa
nifas ini akan terjadi perubahan fisiologi, yaitu :
a. Alat
genitalia
Alat-alat
genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti
keadaan sebelum hamil atau sering disebut involusi,selain itu juga
perubahan-perubahan penting lain,yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi
karena laktogenik hormone dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar mammae.
b.
Fundus Uteri
Setelah plasenta lahir, TFU
setinggi pusat, beratnya mencapai 1000 gr, diameter 12,5 cm.Setelah 1 minggu,
TFU ½ pstsymphisis, beratnya 500 gr, diameter 7,5 cm.
Setelah 14 hari TFU tidak teraba,
beratnya 350 gr, 5 cm
6 minggu post partum, TFU Normal,
beratnya 60 gr, diameter 2,5 cm.
c.
Serviks
Segera setelah post partum bentuk
servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri
yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik uteri tidak berkontraksi,
sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk
semacam cincin.
d. Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang selama kehamilan dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan karena ligamenta, fasia, jaringan alat penunjang genetalia menjadi menjadi agak kendor. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genitalia tersebut, juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada 2 hari post partum sudah dapat diberikan fisioterapi. Keuntungan lain adalah dicegahnya pula statis darah yang dapat mengakibatkan thrombosis masa nifas.
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang selama kehamilan dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan karena ligamenta, fasia, jaringan alat penunjang genetalia menjadi menjadi agak kendor. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genitalia tersebut, juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada 2 hari post partum sudah dapat diberikan fisioterapi. Keuntungan lain adalah dicegahnya pula statis darah yang dapat mengakibatkan thrombosis masa nifas.
2. Perubahan
Psikologis Dalam Masa Nifas
Periode
masa nifas merupakan suatu waktu yang sangat rentan untuk terjadinya stress,
terutama pada ibu primipara sehingga dapat membuat perubahan psikologis yang
berat. Periode adaptasi psikologi masa nifas, dideskripsikan oleh Reva Rubin
ada 3, yaitu:
a. Taking in
Period
1. Terjadi
pada hari 1-2 setelah persalinan, ibu umumnya menjadi pasif dan sangat tergantung
dan fokus perhatian terhadap tubuhnya.
2. Ibu lebih
mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami
3. Tidur
yang tidak terganggu sangat penting buat ibu untuk mencegah efek kurang baik
yaitu kurang tidur, kelemahan fisik, gelisah, gangguan proses pemulihan
kesehatan.
4. Tambahan
makanan kaya gizi sangat penting dibutuhkan sebab nafsu makan biasanya akan
meningkat. Kurang nafsu makan memberi indikasi bahwa proses pemulihan kesehatan
tidak berlangsumg normal.
b. Taking Hold Period
1. Periode
ini berlangsung pada 3-4 hari setelah persalinan, ibu menjadi berkonsentrasi
pada kemampuannya menjadi ibu yang sukses, dan menerima tanggung jawab
sepenuhnya terhadap perawatan bayinya
2. Fokus
perhatiannya pada kontrol fungsi tubuh misalnya proses defekasi dan miks,
kekuatan, dan daya tahan tubuh ibu
3. Ibu mulai
merasa sanggup dan terampil merawat bayinya seperti menggendong, memandikan,
menyusui bayinya dan mengganti popok
4. Ibu
menjadi sangat sensitif pada masa ini sehingga mungkin membutuhkan bimbingan
dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu
Bidan sebaiknya memberikan penyuluhan dan support
emosional pada ibu
e. Letting go
Period
1. Periode
ini umumnya dialami oleh ibu setelah ibu tiba dirumah dan secara penuh
merupakan waktu pengaturan
2. Kumpul
bersama keluarga
3. Ibu telah
menerima tanggung jawab sebagai ibu dan ibu merasa menyadari kebutuhan bayinya
sangat tergantung kesiapannya sendiri sebagai ibu, ketergantungannya kepada
orang lain, serta dipengaruhi oleh interaksi sosial budaya keluarga.
E. Tujuan Kunjungan Masa
Nifas
Kunjungan
masa nifas terdiri dari :
1. Kunjungan
I
6- 8 jam
setelah persalinan :
Tujuannya
:
a. Mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b. Mendeteksi
dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila perdarahan berlanjut
c. Memberikan
konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri
d. Pemberian
ASI awal.
e. Melakukan
hubungan antara ibu dan bayi.
f. Menjaga
bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi
2. Kunjungan II
6
hari setelah persalinan :
Tujuannya:
:
a. Memastikan
involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus dibawah
umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b. Menilai
adanya tanda–tanda demam infeksi atau perdarahan abnormal.
c. Memastikan
ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat
d. Memastikan
ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda – tanda penyakit.
e. Memberikan
konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap
hangat dan merawat bayi sehari– hari.
3.
Kunjungan III
2 minggu setelah persalinan
Tujuannya
:
Sama
dengan di atas ( 6 hari setelah persalinan )
4.
Kunjungan IV
6
minggu setelah persalinan
Tujuannya
a. Menanyakan
ibu tentang penyakit – penyakit yang dialami
b. Memberikan
konseling untuk KB secara dini (Mochtar, 1998)
Tujuan
kunjungan masa nifas antara lain yaitu :
a. Menilai
kondisi kesehatan ibu dan bayi
b. Melakukan
pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas
dan bayinya
c. Mendeteksi
adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
d. Menangani
komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas maupun
bayinya
F.
Perawatan Masa Puerperium
Perawatan pueperium lebih aktif dengan dianjurkan untuk melakukan “ mobilisasi
dini ”( early mobilization). Perawatan mobilisasi mempunya keuntungan :
a. Melancarkan
pengeluaran lokia, mengurangi infeksi pueperium
b. Memperlancar
involusi alat kandungan
c. Melancarkan
fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
d. Menigkatkan
kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran
sisa metabolisme.
2.
BENDUNGAN ASI
A.
Definisi
Bendungan air susu adalah terjadinya
pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga
menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan.
(Prawirohardjo, 2005:700).
Pada hari-hari pertama, payudara sering
terasa penuh dan nyeri disebabkan bertambahnya aliran darah ke payudara
bersamaan dengan ASI mulai di produksi di dalam jumlah banyak (Ambarwati,2008)
Bila ibu menyusui bayinya :
Susukan
sesering mungkin
Kedua payudara disusukan
Ø Kompres
hangat payudara sebelum disusukan
Ø Bantu dengan
memijat payudara untuk pemulaan menyusui
Ø Sangga
payudara
Ø Kompres
dingin pada payudara di antara permulaan waktu menyusui
Ø Bila demem
tinggi berikan PCT 500 mg per Oral setiap 4 jam
Ø Lakukan
evaluasi setelah 3 hari untuk mengetahui hasilnya
Bila ibu tidak menyusui :
Ø Sangga
payudara
Ø Kompres
dingin payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit
Ø Bila di
perlukan berikan PCT 500 mg per Oral setiap 4 jam
Ø Jagan di
pijat atau memakai kompres hangat payudara
Ø Pompa dan
kosongkan payudara
B.
Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
bendungan ASI, yaitu:
1. Pengosongan
mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI
pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan
selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI
di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan
bendungan ASI).
2. Faktor
hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan
bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan
menimbulkan bendungan ASI).
3. Faktor
posisi menyusui bayi yang tidak benar (Teknik yang salah dalam menyusui dapat
mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat
bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan
ASI).
4. Puting
susu terbenam (Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu.
Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan
akibatnya terjadi bendungan ASI).
5. Puting
susu terlalu panjang (Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat
bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus
laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan
bendungan ASI).
C.
Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar,
kadar estrogen dan progesteron turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari
hipotalamus yang menghalangi prolaktin waktu hamil, dan sangat di pengaruhi
oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh
hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi
dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkan dibutuhkan refleks yang menyebabkan
kontraksi sel-sel mioepitel yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil
kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini timbul bila bayi menyusui. Apabila bayi
tidak menyusu dengan baik, atau jika tidak dikosongkan dengan sempurna, maka
terjadi bendungan air susu. Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara
lain payudara penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski
tidak kemerahan. ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara
yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu teregang
menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk
menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam
24 jam (wiknjosastro,2005)
D.
Penatalaksanaan
a.
Upaya pencegahan untuk bendungan ASI
adalah :
b.
Menyusui dini, susui bayi sesegera
mungkin (setelah 30 menit) setelah dilahirkan
c.
Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand
d.
Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa,
bila produksi melebihi kebutuhan bayi
e.
Perawatan payudara pasca persalinan
Upaya pengobatan untuk bendungan ASI
adalah :
a.
Kompres hangat payudara agar
menjadi lebih lembek
b.
Keluarkan sedikit ASI sehingga
puting lebih mudah ditangkap dan dihisap oleh bayi.
c.
Sesudah bayi kenyang keluarkan
sisa ASI
d.
Untuk mengurangi rasa sakit pada
payudara, berikan kompres dingin
5. Untuk
mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan pengurutan
(masase) payudara yang dimulai dari putin kearah korpus. (Sastrawinata,
2004)
B.Tinjauan asuhan
kebidanan
Konsep asuhan
kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan ASI menurut manajemen kebidanan Varney.
1.
Manajemen
Kebidanan
a.
Manajemen
kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode
pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian analisa data,
diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (PP IBI, 2006).
b.
Manajemen
kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan,
ketrampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang
berfokus pada klien (PPKC, 2002).
2.
Langkah-langkah
Manajemen Kebidanan menurut Varney
Menurut Varney
(1997), proses manajemen kebidanan terdiri dari 7 (tujuh) langkah yang
berurutan dimana setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai
dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah
tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam
situasi apapun. Ketujuh langkah manajemen kebidanan menurut Varney adalah
sebagai berikut :
a. Langkah
I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah
pertama ini dilakukan pengkajian dengan pengumpulan semua data yang diperlukan
untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan, meninjau catatan terbaru atau
catatan sebelumnya, meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil
studi. Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari sumber
yang berkaitan dengan kondisi klien, bidan mengumpulkan data dasar awal yang
lengkap.
b.
Langkah II :
Interpetasi Data Dasar
Pada langkah ini
dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan
klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan, sehingga
ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik. Kata masalah atau diagnosa
keduanya digunakan, karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti
diagnosa tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan ke dalam rencana
asuhan kebidanan terhadap klien. Masalah yang berkaitan dengan wanita yang
diidentifikasikan oleh bidan sesuai dengan pengarahan masalah ini sering
menyertai diagnosa.
c.
Langkah III :
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Pada langkah ini
kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasikan. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila kemungkinan dilakukan pencegahan, sambil mengamati
klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini
benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.
d.
Langkah IV :
Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsulkan atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi.
Langkah keempat ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan
prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus,
misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan.
e.
Langkah V :
Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini
direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau
masalah yang telah diidentifikasikan atau antisipasi. Pada langkah ini
informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi rencana asuhan yang
menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah diidentifikasi dan kondisi klien
atau setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi
terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya
f.
Langkah VI :
Melaksanakan Perencanaan
Pada langkah
keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah
kesehatan dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya, jika bidan tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab
untuk mengarahkan pelaksanaannya. Misalnya memastikan agar langkah-langkah
tersebut benar-benar terlaksana dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan
dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan
dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terlaksananya
rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan
menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien.
g.
Langkah VII :
Evaluasi
Pada langkah
ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam masalah dan
diagnosa rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
pelaksanaannya, ada kemungkinan bahwa bagian sebagian rencana tersebut telah
efektif sedang sebagian belum efektif (PPKC, 2002).
B.
Penerapan
Manajemen Kebidanan pada kasus ibu nifas dengan mastitis
1.
Langkah I :
Pengkajian
a.
Data Subyektif
1)
Identitas pasien
a)
Nama
Dimaksudkan untuk lebih mengenal pasien, memanggil
pasien dan menghindari kekeliruan dengan pasien lain.
b)
Umur
Menurut Manuaba (1998), untuk mengetahui apakah ibu
termasuk resiko tinggi atau tidak (umur reproduksi sehat adalah 20 – 35 tahun)
selain itu dapat digunakan untuk menilai keadaan emosional ibu yang mana umur
yang kurang dari 20 tahun pada sebagian ibu keadaan emosionalnya belum siap
untuk mengalami kehamilan sedangkan kesiapan psikologi seseorang adalah salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi dalam perawatan bayinya
c)
Pendidikan
Dimaksudkan untuk memudahkan petugas memperoleh
keterangan ataupun sebaiknya memberikan penjelasan mengenai sesuatu hal,
menggunakan metode penyampaian yang tepat sesuai dengan tingkat pendidikan
pasien (Mochtar, 1998).
d)
Pekerjaan
Dimaksudkan untuk mengetahui taraf hidup dan tingkat
sosial ekonomi pasien. Agar pasien atau anjuran yang disampaikan sesuai dengan
tingkat sosial ekonomi pasien. (Mochtar, 1998).
e)
Alamat
Menurut Manuaba (1998), dikaji untuk mengetahui tempat
tinggal pasien, menghindari kekeliruan bila ada dua pasien yang namanya sama, maka dapat dibedakan dengan
alamatnya serta diperlukan untuk keperluan kunjungan rumah.
f)
Penanggung jawab
Menurut Mochtar (1998), dikaji untuk mengetahui siapa
yang bertanggung jawab terhadap perawatan pasien di rumah sakit dan bila
diperlukan komunikasi dengan penanggung jawab sehingga tidak mengganggu pasien.
2)
Keluhan pasien
Manuaba (1998)
mengemukakan bahwa dalam hiperemesis gravidarum perlu dikaji yang paling utama
yang dirasakan pasien, keluhan yang timbul pada pasien hiperemesis gravidarum
adalah mual muntah dan nafsu makan berkurang.
3)
Riwayat
kesehatan
Menurut
Wiknjosastro (2002), riwayat kesehatan perlu dikaji antara lain sebagai berikut
:
a)
Riwayat
kesehatan sekarang
Secara umum perlu dikaji untuk mengetahui kondisi
kesehatan ibu. Dalam hiperemesis gravidarum gastritis merupakan salah satu
faktor pencetus dimana hal ini dapat mempengaruhi keadaan ibu.
b)
Riwayat
kesehatan terdahulu
Secara umum perlu dikaji untuk mengetahui kondisi
kesehatan ibu yang lalu. Apakah ibu pernah mempunyai gangguan lambung yang
dapat mempercepat terjadinya hiperemesis gravidarum.
c)
Riwayat
kesehatan keluarga
Pada hiperemesis gravidarum perlu dikaji keturunan
kembar dalam keluarga karena keadaan tersebut akan terjadi peningkatan kadar
HCG yang berlebihan, dimana hal ini merupakan salah satu pencetus terjadinya
hiperemesis gravidarum.
d)
Riwayat obstetri
(1)
Riwayat haid
HPHT perlu dikaji berkaitan dengan umur kehamilan,
karena hiperemesis gravidarum terjadi pada trimester I (Mochtar, 1998).
(2)
Riwayat
kehamilan yang lalu
Pada hiperemesis gravidarum perlu dikaji apakah ibu
pernah mengalami kehamilan molahidatidosa yang mungkin terulang (Wiknjosastro,
2002).
(3)
Riwayat
kehamilan sekarang
Pada hiperemesis gravidarum perlu dikaji untuk
mengetahui jumlah kehamilan atau kehamilan yang ke berapa karena bila ini
kehamilan yang pertama atau primigravida maka merupakan salah satu pencetus
hiperemesis gravidarum (Wiknjosastro, 2002).
4)
Riwayat
perkawinan
Menurut Manuaba
(1998), pada hiperemesis gravidarum perlu dikaji karena dengan status
perkawinan yang tidak jelas atau belum menikah akan berdampak pada psikologis
ibu. Dimana pada ibu hamil dengan status perkawinan yang jelas sekalipun atau
pada kehamilan yang normal, psikologis ibu akan mengalami perubahan, apalagi
pada ibu hamil yang bermasalah sudah tentu akan memperberat beban psikologis
ibu sehingga ibu akan mengalami gangguan kejiwaan berat.
5)
Riwayat
psikologis dan ekonomi
Pada hiperemesis
gravidarum perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana respon atau adaptasi ibu
terhadap masalah-masalah tersebut di atas apakah ibu mampu beradaptasi dengan
baik atau sebaliknya sehingga akan berdampak pada psikologis ibu yang akhirnya
akan mempengaruhi peningkatan asam lambung sehingga merangsang mual dan muntah
(Wiknjosastro, 2002).
6)
Pola kehidupan
sehari-hari
Menurut
Wiknjosastro (2002), pola kehidupan sehari-hari perlu dikaji yaitu sebelum dan
waktu hamil.
a)
Pola nutrisi
Pada hiperemesis gravidarum perlu dikaji bagaimana
pola makan ibu apakah suka mengkonsumsi makanan yang berlemak yang dapat
merangsang mual dan muntah, nafsu makan apakah berkurang karena merupakan pencetus
hiperemesis gravidarum.
b)
Minum
Kaitannya dengan hiperemesis gravidarum perlu dikaji
berapa banyak air dalam gelas diminum ibu per hari, apakah cukup untuk
mengganti cairan yang keluar dan hilang.
c)
Pola istirahat
dan tidur
Pada hiperemesis gravidarum perlu dikaji pasien cukup
istirahat, kebiasaan pasien saat bangun tidur, langsung turun dari tempat tidur
dan beraktivitas karena hal ini dapat menyebabkan mual dan muntah.
d)
Pola eliminasi
Secara umum perlu dikaji untuk mengetahui apakah pada
BAB dan BAK ibu tertur baik sebelum hamil dan waktu hamil, karena pada
hiperemesis gravidarum pasien akan mengalami konstipasi dan diguria.
e)
Pola aktivitas
Pada hiperemesis gravidarum aktivitas tinggi dan
berlebihan sehingga menyebabkan hiperemesis gravidarum.
b.
Data Obyektif
1)
Pemeriksaan umum
a)
Keadaan umum
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu saat datang,
apakah terlihat pucat, lemah, karena terjadi mual-muntah sehingga keadaan umum
menjadi buruk (Mochtar, 1998).
b)
Tanda-tanda
vital
Dikaji tekanan darah, suhu, nadi dan pernafasan pada
hiperemesis gravidarum berat sebagian besar jaringan mengalami hipoksia, maka
sebagai kompensasinya pernafasan cepat, nadi pun cepat juga karena berusaha
untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan tubuh (Wiknjosastro, 2002).
(1)
Tekanan darah
Dikaji pasien mengalami penurunan tekanan darah, ini
merupakan salah satu tanda gejala dari hiperemesis gravidarum (Manuaba, 1998).
(2)
Nadi
Dikaji denyut nadi teraba cepat, ini merupakan salah
satu tanda gejala dari hiperemesis gravidarum (Manuaba, 1998).
(3)
Berat badan
Pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum berat
badan ibu turun karena nafsu makan berkurang, hal ini merupakan salah satu
tanda gejala hiperemesis gravidarum (Manuaba, 1998).
(4)
Lingkar lengan
Pada hiperemesis gravidarum nafus makan berkurang maka
berat badan menurun sehingga lila kurang dari normal (Wiknjosastro, 2002).
2)
Pemeriksaan
fisik
Menurut Manuaba (1998), pemeriksaan fisik perlu dikaji
antara lain :
a)
Mata
Dikaji mata tampak cekung karena hal ini merupakan
tanda dan gejala hiperemesis gravidarum.
b)
Mulut
Dikaji lidah kering atau kotor, tercium bau acetone
dalam nafasnya karena keadaan-keadaan tersebut merupakan tanda dan gejala
hiperemesis gravidarum pada stadium lanjut.
c)
Turgor kulit
Dikaji turgor kulit kurang, untuk mengetahui
distribusi cairan ke kulit, merupakan salah satu tanda dan gejala hiperemesis
gravidarum.
3)
Pemeriksaan
obstetri
Menurut Wiknjosastro (2002), pemeriksaan obsteri perlu
dikaji antara lain :
Palpasi
Perut
LI : Dikaji apakan TFU lebih tinggi dari umur
kehamilan.
Bila TFU lebih tinggi dari umur kehamilan normal
kemungkinan terjadi molahidatidosa, hal ini merupakan faktor predisposisi
hiperemesis gravidarum.
2.
Langkah II :
Interpretasi Data
Data dasar yang
diperoleh dari pengkajian diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa
masalah dan kebutuhan.
a.
Diagnosa
Kebidanan
Berkaitan dengan para, abortus, umur ibu, umur kehamilan dengan
hiperemesis gravidarum tingkat I dasar dari diagnosa.
1)
Pernyataan ibu
tentang melahirkan anak ke berapa
2)
Pernyataan ibu
tentang riwayat keguguran
3)
Pernyataan ibu
tentang umur
4)
Pernyataan ibu
tentang haid pertama haid terakhir
5)
Pernyataan ibu
tentang keluhan yang dirasakannya
6)
Hasil
pemeriksaan umum tentang keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, BB,
pemeriksaan fisik tentang mata, mulut, abdomen, turgor kulit.
7)
Hasil
pemeriksaan Leopold
b.
Masalah
Permasalahan yang sering muncul pada ibu nifas bendungan
ASI adalah :
1)
Kecemasan pasien
karena keadaan yang dialaminya.
2)
Ketidaknyamanan
pasien dengan lingkungan tempat ia berada atau bahwa dia harus menjalani
perawatan di rumah sakit.
Permasalahan tersebut didasari kurangnya informasi
yang diterima pasien didukung dengan kecemasan pasien sehingga timbul gangguan
psikologis. Dukungan support mental atas apa yang dialaminya dari orang-orang
yang dekat dengannya (terutama suami dan keluarga).
3.
Langkah III :
Diagnosa Potensial
Mansjoer (1999),
mengemukakan bahwa diagnosa potensial pada kasus ini adalah mastitis
4.
Langkah IV :
Indentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan antisipasi segera
Tindakan segera
pada diagnosa potensial di atas adalah dengan memberikan Penanganan
mastitis, KIE tentang mastitis, KIE tentang menyusui (Wiknjosastro,
2002).
5.
Langkah V :
Perencanaan
f.
Wiknjosastro
(2002), mengemukakan perencanaan yang dilakukan sesuai dengan kewenangan
kompetensi bidan. Berkaitan dengan masalah dan diagnosa. Pencegahan terhadap
bendungan ASI yaitu Menyusui dini, susui bayi sesegera
mungkin (setelah 30 menit) setelah dilahirkan,Susui bayi tanpa jadwal atau
ondemand, Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi
kebutuhan bayi, Perawatan payudara pasca persalinan.
6.
Langkah VI :
Pelaksanaan
Menurut
Wiknjosastro (2002), pelaksanaan untuk mengantisipasi diagnosa masalah dan
kebutuhan pasien sesuai dengan rencana yang telah dibuat berkaitan dengan
diagnosa maka rencana dilaksanakan dengan memberikan informasi keadaan ibu.
Berkaitan dengan permasalahan makan kecemasan pasien,
sesuai dengan perencanaan maka dilaksanakan penyuluhan dan konseling untuk
Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek. Keluarkan sedikit
ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan dihisap oleh bayi. Sesudah bayi
kenyang keluarkan sisa ASI, Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara,
berikan kompres dingin.
7.
Langkah VII :
Evaluasi
Evaluasi
dilaksanakan untuk mengetahui apakah asuhan yang diberikan telah sesuai dengan
hasil yang diharapkan serta apakah asuhan yang diberikan telah benar-benar
efektif dalam pelaksanaannya sesuai dengan masalah dan diagnosa yang diidentifikasikan
(Pusdiknakes, 2003).
C. Landasan
Hukum
Landasan hukum
tentang kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tingkat I terdapat dalam KEP
MENKES No. 900/MENKES/VII/2002, tentang registrasi dan praktek bidan, wewenang
bidan yaitu sebagai berikut :
1.
Permenkes No.
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang ijin penyelenggara praktik Bidanbidan dapat memberikan pelayanan kegawatdaruratan dan
rujukan.
2.
KepMenKes RI
No.369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar Profesi Bidan pada kompetensi ke-5 yaitu Bidan memberikan
asuhan nifas bermutu tinggi untuk
mengoptimalkan kesehatan selama masa nifas
yang meliputi, deteksi dini,pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS PADA IBU NIFAS DENGAN BENDUNGAN
ASI TERHADAP NY. A
DI RSUD WONOSARI
Oleh : Sulastri Ningsih
Waktu : 4
Maret 2013, pukul 21.00 wib
I. PENGKAJIAN
A.
Identitas
Istri suami
Nama :
Ny. A Tn.
A
Umur :
31 tahun 37 tahun
Suku :
Jawa Jawa
Agama :
Islam Islam
Pendidikan : SMU SMP
Pekerjaan : IRT karyawan
Alamat :
karang mojo I, wonosari
1.
Keluhan utama
Ibu
mengatakan terasa bengkak dan nyeri pada payudaranya sejak tadi pagi tanggal 4 Maret 2013.
2.
Riwayat kehamilan ini
a. Riwayat
menstruasi
1) Menarche
: 12 tahun
2) Siklus : 28 hari
3) Lama : 7 hari
4) Dismenorhea : tidak ada
5) Sifat
darah : encer,sedikit
menggumpal
6) Banyaknya
: 3 kali ganti pembalut
7) HPHT :
7 – 6 – 2012
8) HPL : 14 – 03 – 2013
9) G.P.A : G1P0A0
b. Riwayat
perkawinan
Sah, kawin 1 kali pada umur 29 tahun, dengan suami
pertamanya umur 35 tahun, lama perkawinan 2 tahun.
c. Riwayat
KB
Ibu mengatakan dia belum
pernah menggunakan alat kontrasepsi.
d.
Riwayat kehamilan, persalinan
dan nifas yang lalu.
No
|
Tahun
partus
|
Tempat
partus
|
Usia
kehamilan
|
Jenis
partus
|
Penolong
|
Kelainan
|
anak
|
ket
|
||||
hml
|
prts
|
nfs
|
JK
|
BB
|
PB
|
|||||||
1.
|
2013
|
RS
|
Aterm
|
SC
|
Dokter
|
-
|
-
|
-
|
Lk
|
3,5
|
48
|
-
|
e.
Riwayat imunisasi
Imunisasi TT1 dilakukan
pada saat usia kehamilan 20 minggu dan TT2 pada usia kehamilan 24 minggu, ibu
tidak mengalami penyulit dalam kehamilannya.
f.
Bayi
Jenis
kelamin laki - laki, berat badan 3500
gram, panjang badan 48
cm, lingkar kepala 33
cm, lingkar dada 33
cm,LLA 12 cm, jam partus 11.10 wib, 2 maret 2013.
DATA OBJEKTIF
B. Pemeriksaan
umum
1. Keadaan
umum :
Baik
2. Keadaan
emosional : Cemas
3. Kesadaran : Composmentis
4. TB : 140 cm
5. BB : 81 kg , sebelum hamil : 68 kg
6. LILA : 25 cm
7. Tanda-tanda
vital :TD :
120/80 mmHg N : 84x/mnt
R : 18x/mnt T : 36,0 °C
C.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
1. Kepala
a. Rambut :Kebersihan : Bersih, tidak berketombe
Warna :
Hitam
Kekuatan :
Kuat, tidak rontok
b. Mata :Kelopak mata : Tidak oedema
Konjungtiva :
Tidak anemis
Sclera : Tidak ikterik
c. Hidung : Bersih
d. Telinga : Bersih, tidak ada pengeluaran
e. Mulut
dan gigi: Bibir : Normal
Lidah :
Bersih
Gigi : ada caries
Gusi : Tidak ada stomatitis
2. Leher : Kelenjar Thyroid : Tidak ada pembengkakan
Kelenjar Limfe : Tidak ada pembengkakan
3. Dada
a. Payudara
1) Pembesaran
: Ada
2) Putting
susu : Menonjol
3) Pengeluaran
ASI : Sudah ada berupa
colostrum
4) Simetris :
Ya
5) Benjolan
: ada
6) Rasa
nyeri : ada
7) Hyperpigmentasi
: Ada
b. Abdomen :ada bekas operasi, TFU 3
jari bawah pusat.
c. Ekstermitas
atas : lengkap kiri dan
akanan, fungsi pergerakan baik, tidak ada oedema, keadaan bersih.
d. Ekstermitas
bawah : tungkai tidak ada
oedema, fungsi pergerakan baik, tidak ada cacat, tidak ada varises, lengkap
kanan kiri, reflek patella baik.
e. Genetalia : tidak ada
oedema dan varises pada vulva, ada pengeluaran darah
nifas warna merah.
f. Punggung : tulang sedikit
lordosis.
g. Rectum : tidak ada
hemoroid.
h. Anogenital : perineum normal
tidak ada laserasi jalan lahir, tidak ada pembengkakan pada vulva, anus normal
II.
IDENTIFIKASI
MASALAH, DIAGNOSA, DAN KEBUTUHAN
A. Diagnosa : Ibu ny.AP1A0 AH1 post partum hari ke 2 dengan
bendungan ASI
B. Dasar :
1. Ibu mengatakan
payudara terasa nyeri, dan bengkak,
2. Ibu mengatakan melahirkan anaknya 2 hari
yang lalu pada tanggal 2 maret 2013.
3. Ibu
mengatakan belum pernah keguguran
4. Pengeluarah
pervaginam berupa lochea rubra
5. Kontraksi
uterus baik
C. Masalah : Payudara nyeri dan bengkak
D. Kebutuhan : Penanganan bendungan ASI, KIE tentang menyusui
III.
ANTISIPASI
MASALAH POTENSIAL
Mastitis
IV.
TINDAKAN
SEGERA
Penanganan bendungan
ASI,KIE tentang menyusui.
V.
PERENCANAAN
Tanggal/pukul : 4
maret 2013, 21.10 wib
1. Jelaskan
pada ibu tentang kondisinya berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan
3. jelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami
4. beritahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang ini
5. Beritahu ibu
cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan,
6. Ajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara,
7. Ajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik
8. Ajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan payudara
9. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau
10. Anjurkan ibu banyak beristirahat
VI.
PELAKSANAAN
Tanggal/pukul : 4 maret 2013, 21.25 wib
1. Menjelaskan
pada ibu tentang kondisinya berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan bahwa ibu
mengalami bendungan ASI
2. Menjelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami yaitu
ASI yang tidak keluar karena adanya sumbatan saluran ASI sehingga kelenjar ASI
membesar/membengkak dan menyebabkan rasa nyeri serta ASI tidak keluar
3. Memberitahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang
ini adalah pengaruh dari sumbatan ASI tersebut dan ibu akan diberikan
pengobatan untuk megurangi keluhan yang ibu rasakan.
4. Memberitahu ibu
cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan, yaitu:
Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras.
Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras.
5. Menyusui sesering
mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara yang
sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat
pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif
- Lanjutkan
dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika
bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut.
- Tempelkan
handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit
beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali),
lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan
kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu.
- Kompres
dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
- Pakai bra yang dapat menyangga payudara
- Pakai bra yang dapat menyangga payudara
6. Mengajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara,
yaitu:
Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3 macam cara :
Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3 macam cara :
-
Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara kemudian urut keatas, terus
kesamping, kebawah dan melintang hingga tangan menyangga payudara, kemudian
lepaskan tangan dari payudara.
- Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan.
- Telapak tangan menopang payudara pada cara ke-2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting.
- Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan.
- Telapak tangan menopang payudara pada cara ke-2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting.
7. Mengajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik,
yaitu:
- Usahakan pada saat menyusui ibu dalam keadaan tenang. Hindari menyusui pada saat keadaan haus dan lapar oleh karena itu dianjurkan untuk minum segelas air /secukupnya sebelum menyusui
- Memasukkan semua areola mamae kedalam mulut bayi
- Ibu dapat menyusui dengan cara duduk atau berbaring dengan santai dan dapat menggunakan sandaran pada punggung
- Sebelum menyusui usahakan tangan dan payudara dalam keadaan bersih
- Payudara dipegang dengan ibu jari di atas, jari yang lain menopang di bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting) dibelakang areola
- Usahakan pada saat menyusui ibu dalam keadaan tenang. Hindari menyusui pada saat keadaan haus dan lapar oleh karena itu dianjurkan untuk minum segelas air /secukupnya sebelum menyusui
- Memasukkan semua areola mamae kedalam mulut bayi
- Ibu dapat menyusui dengan cara duduk atau berbaring dengan santai dan dapat menggunakan sandaran pada punggung
- Sebelum menyusui usahakan tangan dan payudara dalam keadaan bersih
- Payudara dipegang dengan ibu jari di atas, jari yang lain menopang di bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting) dibelakang areola
-
Berikan ASI pada bayi secara teratur dengan selang waktu 2-3 jam atau tanpa
jadwal (on demand) selama 15 menit. Setelah salah satu payudara mulai terasa
kosong, sebaiknya ganti menyusui pada payudara yang satunya
- Setelah selesai menyusui oleskan ASI ke payudara, biarkan kering sebelum kembali memakai bra, langkah ini berguna untuk mencegah lecet pada puting
- Setelah selesai menyusui oleskan ASI ke payudara, biarkan kering sebelum kembali memakai bra, langkah ini berguna untuk mencegah lecet pada puting
-
Sendawakan bayi tiap kali habis menyusui untuk mengeluarkan udara dari lambung
bayi supaya bayi tidak kembung dan muntah
8. Mengajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan
payudara, yaitu :
-
Ibu mencuci tangan hingga bersih
-
Duduk atau berdiri dengan nyaman dan pegang cangkir atau mangkok bersih dan
dekatkan pada payudara
-
Letakan ibu jari diatas puting dan areola dan jari telunjuk pada bagian bawah
puting dan areola bersamaan dengan ibu jari dan jari lain menopang payudara
-
Tekan ibu jari dan telunjuk sedikit ke arah dada, jangan terlalu kuat agar
tidak menyumbat aliran susu
-
Kemudain tekan sampai berada di sinus laktiferus yaitu tenpat tampungan ASI
dibawah areola
-
Tekan dan lepas, kemudian tekan dan lepas kembali. Kalau teraba sakit berarti
tekniknya salah. ASI akan mengalir terutama bila refleks oksitosinnya aktif.
9. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau dan
makanan yang bergizi untuk memperbanyak dan memperlancar ASI, misalnya daun
katuk, bayam dan lain-lain
10. Menganjurkan ibu banyak beristirahat, ibu dapat
beristirahat dan tidur pada saat bayi tidur. Selain itu ibu juga jangan terlalu
bekerja berat. Serta, mengingatkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan diri,
terutama di daerah payudara.
VII.
EVALUASI
Tanggal/pukul
: 4 maret 2013, pukul 21.45 wib
1. Ibu
mengerti dirinya sedang mengalami bendungan
asi
2. Jelaskan
pada ibu tentang kondisinya berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan
3. Ibu
mengerti tentang bendungan
ASI yang ibu alami
4. Ibu
mengerti bahwa keluhan yang
ibu rasakan sekarang ini
5. Ibu
mengerti cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan,
6. Ibu
mengerti cara
perawatan/masase payudara,
7. Ibu
mengerti dan dapat mmpratkan teknik dan posisi menyusui
yang baik
8. Ibu
mengerti dan dapat memeras ASI untuk mengosongkan payudara
9. Ibu bersedia
untuk mengkonsumsi sayuran hijau
10. Ibu bersedia untuk beristirahat
BAB
IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan dalam asuhan kebidanan ibu nifas patologis ini dilakukan
setelah penerapan asuhan kebidanan yang terkait dengan teori-teori yang ada.
Selain itu untuk memperoleh gambaran secara nyata tentang sejauh mana kesulitan
serta upaya penempuhan dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan
bendungan ASI.
Dalam bab ini akan mengurai sesuai dengan manajemen kebidanan menurut
Varney yang terdiri dari 7 langkah, yaitu :
1. Pengkajian data
Pengkajian data merupakan langkah awal
yang menentukan langkah selanjutnya. Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan
semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan ibu. Data ini diperoleh
melalui wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik. Data yang diperoleh
berupa data subyektif dan obyektif. Data subyektif yaitu ibu mengeluh tersa bengkak dan merasa nyeri pada payudara.. Data objektif yaitu
wajah ibu terlihat cemas, dan hasil pemeriksaan dalam diperoleh hasil bahwa ibu
mengalami bendungan ASI.
Apabila data yang diperoleh secara akurat maka akan diinterpretasikan data-data
tersebut. Pada tahap ini tidak terlalu mengalami hambatan atau kesulitan karena
adanya sifat kooperatif dari keluarga dan ibu sendiri memberikan informasi
serta adanya kerjasama antara bidan di ruangan yang membantu dalam mengumpulkan
data.
2. Interpretasi
Data
Interpretasi data dengan melakukan
observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik pada ibu, maka pada langkah ini
dilakukan identifikasi terhadap diagnosa dan masalah yang aktual berdasarkan
interpretasi data yang benar. Dalam studi kasus terhadap ibu yang dimulai
dengan pengkajian data sampai dengan dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan ibu
nifas dengan kecemasan yang berhubungan
dengan bendungan ASI yang
dialaminya. Adapun yang mendasari
diagnosa bendungan ASI
pada ibu nifas adalah dengan data dasar yakni ibu mengatakan merasa bengkak dan nyeri pada payudara.
Pada langkah ini, tidak terdapat kesenjangan antara diagnosa yang dibuat dengan
teori yang sudah ada.
3. Diagnosa
Potensial
Identifikasi diagnosa potensial.
Berdasarkan diagnosa masalah yang telah diidentifikasikan, sehingga pada
langkah ini memerlukan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pemecahan sambil
melakukan pengamatan terhadap ibu nifas dan diharapkan dapat bersiap-siap bila
memang diagnosa dan masalah potensial ini benar-benar akan terjadi.
Pada kasus Ny.A dengan bendungan ASI dengan
diagnosa potensialnya mastitis
karena ibu mengeluh terasa
bengkak dan nyeri pada payudara.
4. Antisipasi
Tindakan Segera
Tindakan segera atau kolaborasi. Pada
langkah ini bidan diharapkan melakukan tindakan segera berdasarkan data yang
telah diidentifikasi, menetapkan kebutuhan terhadap masalah. Pada tahap ini,
perlu menjelaskan tentang antisipasi tindakan terhadap diagnosa potensial.
Kerjasama antar ibu dan bidan melalui pendekatan dan perhatian serta simpati
semuanya berjalan dengan lancar melalui penerapan konseling yang diberikan.
Berdasarkan teori tersebut diatas maka
tindakan yang telah dilakukan penulis tidak mempunyai kesenjangan dengan teori.
5. Perencanaan
Dalam menyusun rencana asuhan yang
menyeluruh sebagai kelanjutan dari diagnosa atau masalah yang telah
diidentifikasi, maka pada langkah ini bidan melakukan asuhan secara menyeluruh.
Tujuan perencanaan untuk mengurangi dan mencegah masalah pada ibu nifas dengan sepsis
puerperium. Masalah dalam kasus ini adalah gangguan aktivitas sehubungan dengan
nyeri pada luka jahitan yang dialaminya. Rencana tindakan yang dilakukan oleh
bidan adalah memberikan konseling mengenai keadaan yang dialami oleh diri ibu
sesuai dengan keluhan yang disampaikan oleh ibu, disamping itu juga memberikan
motivasi dan dorongan. Adapun rencana asuhan yang akan diberikan adalah sebagai
berikut :
1. Jelaskan
pada ibu tentang kondisinya berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan
2. Jelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami
3. Beritahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang ini
4. Beritahu ibu
cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan,
5. Ajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara,
6. Ajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik
7. Ajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan payudara
8. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau
9. Anjurkan ibu banyak beristirahat
6. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan rangkaian
perencanaan yang telah diuraikan pada langkah sebelumnya secara efisien.
Perencanaan ini dilakukan oleh penulis dan bidan jaga. Untuk mengatasi rasa
cemas yaitu penulis memberikan penjelasan tentang ketidaknyamanan yang dialaminya
,melalui konseling, sehingga ibu dapat memahami serta melaksanakannya secara
kooperatif. Penulis melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang sudah dibuat.
Dalam kasus ini pelaksanaan yang
dilakukan oleh penulis telah sesuai dengan perencanaan seperti :
1. Menjelaskan
pada ibu tentang kondisinya berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan bahwa
ibu mengalami bendungan ASI
2. Menjelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami yaitu
ASI yang tidak keluar karena adanya sumbatan saluran ASI sehingga kelenjar ASI
membesar/membengkak dan menyebabkan rasa nyeri serta ASI tidak keluar
3. Memberitahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang
ini adalah pengaruh dari sumbatan ASI tersebut dan ibu akan diberikan
pengobatan untuk megurangi keluhan yang ibu rasakan.
4. Memberitahu ibu
cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan, yaitu:
Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras.
Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras.
5. Menyusui
sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara
yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh
semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif
a.
Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari
payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar
menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut.
b.
Tempelkan handuk halus yang sudah
dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari
(atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut
di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara
perlahan-lahan turun ke arah puting susu.
c.
Kompres dingin pada payudara di antara
waktu menyusui.
- Pakai bra yang dapat menyangga payudara
- Pakai bra yang dapat menyangga payudara
6. Mengajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara,
yaitu:
Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3 macam cara :
Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3 macam cara :
a.
Tempatkan
kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara kemudian urut keatas, terus
kesamping, kebawah dan melintang hingga tangan menyangga payudara, kemudian
lepaskan tangan dari payudara.
- Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan.
- Telapak tangan menopang payudara pada cara ke-2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting.
- Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan.
- Telapak tangan menopang payudara pada cara ke-2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting.
7. Mengajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik,
yaitu:
- Usahakan pada saat menyusui ibu dalam keadaan tenang. Hindari menyusui pada saat keadaan haus dan lapar oleh karena itu dianjurkan untuk minum segelas air /secukupnya sebelum menyusui
- Memasukkan semua areola mamae kedalam mulut bayi
- Ibu dapat menyusui dengan cara duduk atau berbaring dengan santai dan dapat menggunakan sandaran pada punggung
- Sebelum menyusui usahakan tangan dan payudara dalam keadaan bersih
- Payudara dipegang dengan ibu jari di atas, jari yang lain menopang di bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting) dibelakang areola
- Usahakan pada saat menyusui ibu dalam keadaan tenang. Hindari menyusui pada saat keadaan haus dan lapar oleh karena itu dianjurkan untuk minum segelas air /secukupnya sebelum menyusui
- Memasukkan semua areola mamae kedalam mulut bayi
- Ibu dapat menyusui dengan cara duduk atau berbaring dengan santai dan dapat menggunakan sandaran pada punggung
- Sebelum menyusui usahakan tangan dan payudara dalam keadaan bersih
- Payudara dipegang dengan ibu jari di atas, jari yang lain menopang di bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting) dibelakang areola
a. Berikan ASI pada bayi secara teratur dengan selang waktu
2-3 jam atau tanpa jadwal (on demand) selama 15 menit. Setelah salah satu
payudara mulai terasa kosong, sebaiknya ganti menyusui pada payudara yang
satunya
- Setelah selesai menyusui oleskan ASI ke payudara, biarkan kering sebelum kembali memakai bra, langkah ini berguna untuk mencegah lecet pada puting
- Setelah selesai menyusui oleskan ASI ke payudara, biarkan kering sebelum kembali memakai bra, langkah ini berguna untuk mencegah lecet pada puting
b. Sendawakan bayi tiap kali habis menyusui untuk
mengeluarkan udara dari lambung bayi supaya bayi tidak kembung dan muntah
8. Mengajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan
payudara, yaitu :
a.
Ibu
mencuci tangan hingga bersih
b.
Duduk
atau berdiri dengan nyaman dan pegang cangkir atau mangkok bersih dan dekatkan
pada payudara
c.
Letakan
ibu jari diatas puting dan areola dan jari telunjuk pada bagian bawah puting
dan areola bersamaan dengan ibu jari dan jari lain menopang payudara
d.
Tekan
ibu jari dan telunjuk sedikit ke arah dada, jangan terlalu kuat agar tidak
menyumbat aliran susu
e.
Kemudain
tekan sampai berada di sinus laktiferus yaitu tenpat tampungan ASI dibawah
areola
f.
Tekan
dan lepas, kemudian tekan dan lepas kembali. Kalau teraba sakit berarti
tekniknya salah. ASI akan mengalir terutama bila refleks oksitosinnya aktif.
9. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau dan
makanan yang bergizi untuk memperbanyak dan memperlancar ASI, misalnya daun
katuk, bayam dan lain-lain
10. Menganjurkan ibu banyak beristirahat, ibu dapat
beristirahat dan tidur pada saat bayi tidur. Selain itu ibu juga jangan terlalu
bekerja berat. Serta, mengingatkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan diri,
terutama di daerah payudara.
7. Evaluasi
Langkah terakhir yang diambil dalam
melaksanakan asuhan kebidanan dalam manajemen kebidanan menurut varney, adalah
evaluasi. Dalam mengevaluasi hasil tindakan, penulis melaksanakan dengan cara mengevaluasi
apakah pasien sudah merasa jelas dengan apa yang sudah di sampaikan oleh nakes
dan bersedia melakukan apa yang dianjurkan oleh nakes.Pada saat di RSUD
Wonosari Gunung Kidul pasien menunjukkan kepatuhan klien terhadap advis yang
telah diberikan oleh bidan dan bersedia untuk melakukan anjuran yang telah diberikan.
Tindakan penulis diatas sudah sesuai
dengan langkah varney yang ketujuh yaitu mengevaluasi tahap asuhan yang telah
diberikan, apa benar-benar sudah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana
telah diidentifikasikan dalam diagnosa dan masalah. Langkah ini bertujuan
mengevaluasi dan mengetahui sejauh mana manajemen kebidanan yang sudah
dilakukan oleh peneliti pada pasien.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah mempelajari tentang
konsep selama pembuatan laporan magang
ini maka pada bab ini penulis akan mengungkap kesimpulan dan saran yang
bisa diterima sebagai bahan penngkatan mutu dan pelayanan kebidanan
A. Kesimpulan
1.
Manajemen kebidanan
varney dapat digunakan pada asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan sepsis
puerperium. Manajemen kebidanan varney sangat efektif untuk mengatasi masalah
yang ada.
Data subjektif : Ibu mengeluh
terasa bengkak dan nyeri
pada payudara. Data objektif : Setelah
dilakukan pemeriksaan. Didapatkan suhu ibu 36,0 C. Interpretasi data dasar yaitu seorang
Ibu Ny “A” P1A0
H1 umur 31 tahun dengan bendungan ASI.
2.
Diagnosa potensial yang
timbul berdasarkan data yang diperoleh dalam studi kasus ini adalah mastitis.
Antisipasi
tindakan segera dalam kasus ini adalah Penanganan bendungan ASI,KIE tentang menyusui.
3. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh yaitu
: Jelaskan kepada ibu hasil
pemeriksaan yang dilakukan
1. Jelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami
2. Beritahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang ini
3. Beritahu ibu
cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan,
4. Ajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara,
5. Ajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik
6. Ajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan payudara
7. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau,
8. Anjurkan ibu banyak beristirahat
3.
Pelaksanaan yang
dilakukan oleh penulis telah sesuai dengan rencana asuhan yang akan diberikan
pada pasien. Dan telah terlaksana secara efektif
B.
Saran
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat lebih
meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya mengenai sepsis puerperium yang
terjadi di masyarakat dengan cara sering melakukan latihan pelaksanaan bendungan ASI.
2. Bagi
bidan
Hendaknya bagi bidan diharapkan
sering mengikuti pelatihan penanganan dan deteksi dini infeksi nifas.
3. Bagi
Institusi Pendidikan
Kepada pihak akademik, agar terus
mempertahankan dan meningkatkan mutu pembelajaran khususnya untuk pembelajaran
mengenai infeki nifas
Komentar
Posting Komentar