ABORTUS
1.
Pengertian Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu
kehamilan (oleh akibat. akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut
berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan
(Saifuddin, 2006). Menurut (Mochtar, 2002) abortus adalah pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan . Sedangkan menurut
(Manuaba, 2004) abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan
dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau umur kehamilan kurang dari 28
minggu.
2.
Klasifikasi Abortus
Menurut (Manuaba,2004)
berdasarkan kejadiannya abortus dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a.
Abortus spontan
Adalah abortus yang terjadi tanpa ada
unsur tindakan dari luar dan dengan kekuatan sendiri.
b.
Abortus
provokatus (induced abortion)
Adalah
abortus yang disengaja, sehingga kehamilan diakhiri. Upaya menghilangkan hasil
konsepsl dapat dllakukan berdasarkan :
1)
Indikasi medis
Menghilangkan
kehamilan atas indikasi ibu, untuk menyelamatkan jiwanya. Indikasi medis
tersebut diantaranya :
(a)
Penyakit jantung, ginjal atau hati yang
berat.
(b)
Gangguan jiwa ibu.
(c)
Dijumpai kelainan bawaan berat dengan
pemeriksaan ultrasonografi.
(d)
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
dalam rahim.
2)
Indikasi sosial
Pengguguran kandungan
dilakukan atas dasar aspek sosial
(a)
Menginginkan jenis kelamin tertentu
(b)
Tidak ingin punya anak
(c)
Jarak kehamilan terlalu pendek
(d)
Belum siap untuk hamil
(e)
Kehamilan yang tidak diinginkan
Menurut Saifuddin, 2006 berdasarkan
klinisnya abortus spontan dapat dibagi menjadi :
a.
Abortus iminens (keguguran membakat)
Adalah peristiwa terjadinya perdarahan
bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam
kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
Penanganan abortus iminens, yaitu :
1)
Tidak diperlukan pengobatan medik yang
khusus atau secara total
2)
Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas
fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual.
3)
Bila pendarahan
(a)
Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal
dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi.
(b)
Terus berlangsung : nilai kondisi janin
(uji kehamilan/USG). Lakukan konfirmasi
adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola).
(c)
Pada fasilitas kesehatan dengan sarana
terbatas, pemantauannya hanya
dilakukan melalui gejala klinik dan hasil Pemeriksaan gynekologik.
b.
Abortus insipiens (keguguran sedang
berlangsung)
Adalah perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil
konsepsl rnasih berada dalam kavum uteri. Kondisi ini menunjukkan proses
abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau
komplit. Penanganan abortus insipiens yaitu :
1)
Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi. Bila usia gestasi 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan peralatan
aspirasi Vakum
Manual (AVM) setelah bagian-bagian janin dikeluarkan bila usia gestasi 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan
prosedur Dilatasi dan Kuretase (D&K).
2)
Bila prosedur evakuasi tidak segera
dilaksanakan atau usia gestasi lebih
besar dari 16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan:
(a)
Infus oksitosin 20 unit RL mulai dengan 8 tetes/menit yang dapat dinaikkan hingga 40 tetes/menit,
sesuai dengan kondisi kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil
konsepsi.
(b)
Ergometrin 0,2 mg 1M yang diulangi 15
menit kemudian
(c)
Misoprostol 400 mg peroral dan apabila
uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau D&K (Saifuddin, 2006).
c.
Abortus inkompletus (keguguran bersisa)
Perdarahan pada kehamuan muda sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
melalui kanalis servikalis. Penanganan yang memadai yaitu:
1)
Tentukan besar uterus (taksir usia
gestasi), kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok,
infeksi/sepsis)
2)
Hasil konsepsi yang terperangkap pada
serviks yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara
digital atau cunam ovum. Setelah itu evaluasi perdarahan :
(a)
Bila pendarahan berhenti,beri ergometrin
0,2 1M atau misoprostol 400 mg peroral.
(b)
Bila perdarahan terus berlangsung,
evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau D&K
3)
Bila tak ada tanda-tanda infeksi, beri
antibiotika profllaksis (ampisilin 50 mg atau doksisiklin 100 mg)
4)
Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1gr
dan metronidazol 500mg tiap 8 jam
5)
Bila terjadi perdarahan hebat dan usia
gestasi dbawah 16 minggu, segera lakukan evakuasi dengan AVM
6)
Bila pasien tampak anemia, berikan
sulfas ferosus 600 mg per hari selama 2 minggu (anemia sedanq) atau transfusi
darah (anemia berat) (Saifuddin, 2006).
d.
Abortus kompletus (keguguran lengkap)
Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi sudah
dikeluarkan dari kavum uteri. Penanganan yang memadai yaitu:
1)
Apabila kondisi pasien baik, cukup
diberi tablet ergometrin 3 x 1
tablet/hari untuk 3 hari.
2)
Apabila pasien mengalami anemia sedang,
berikan tablet surfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu disertai dengan
anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar, ikan, daging,
telur). Untuk anemia berat, berikan transfusi darah.
3)
Apabila tidak terdapat tanda-tanda
infeksi tldak perlu diberi antibiotika, atau apabila khawatir akan infeksi
dapat diberi antibiotika profilaksis (Saifuddin, 2006).
e.
Missed abortion
Adalah perdarahan pada kehamilan muda
disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau
lebih. Biasanya diagnosis
tidak dapat ditentukan hanya dalam satukafi pemeriksaan, melainkan memerlukan
waktu pengamatan dan pemeriksaan ulangan. Missed abortion seharusnya ditangani
di rumah sakit atas pertimbangan :
1)
Placenta dapat melekat sangat erat
didinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan
risiko perforasi lebih tinggi.
2)
Pada umumnya kanalis servisis dalam
keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria
selama 12 jam.
3)
Tingginya kejadian komplikasi
hipofibrinogemia yang berlanjut dengan gangguan pembekuan darah (Saifuddin,
2006).
f.
Abortus habitualis (keguguran sederhana)
Adalah abortus spontan yang terjadi 3
kali atau lebih berturut-turut. Penyebab abortus habitualis untuk sebagian
besar tidak diketahui. Oleh karena ltu, penanganannya terdiri atas, memperbaiki
keadaan umum, pemberian makan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak,
larangan koitus dan olahraga. Terapi dengan hormone progesteron, vitamin,
hormon tiroid dan lainnya mungkin hanya mempunyai, pengaruh psikologis karena
penderita mendapat kesan diobati. Calvin melaporkan penyelidikannya tentang 141
wanita hamil yang sebelumnya mengalami 1-4 abortus berturut-turut, hanya 22,7%
mengalami abortus dan. pada 76,6% kehamilan berlangsung terus sampai cukup
bulan tanpa pengobatan apapun (Wiknjosastro, 2006).
g.
Abortus infeksiosa atau septik
Abortus infeksiosus
adalah keguguran yang disertaikomplikasi inteksi. Adanya penyebab kuman atau
toksin ke dalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat menimbulkan septicemia, sepsis atau peritonitis. Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat
dengan penyebaran kuman atau toksinnya
kedalam peredaran darah atau peritoneum.
Untuk penanganan abortus infeksiosus
kepada penderita
yang telah mengalami banyak perdarahan hendaknya diberikan intus dan tranfusi
darah. Pasien segera diberi antibiotika. (pilihan) a.Gentamycyin 3 x 80 mg dan
penicillin 4x 1,2 juta, b.Chloromycetin 4x500 mg c. Cephalosporin 3 x 1 gram,
d. Sulbenicillin 3 x 1-2 gram. Kuretase dilakukan dalam 6 jam dan penanganan
demikian dapat dipertanggungjawaban karena penqeluaran sisa-sisa abortus
mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan yang nekrotis, yang bertindak
sebagai medium pembiakan bagi jasad renik. Pemberian anti biotika diteruskan
sampai febris tidak ada lagi selama 2 hari atau ditukar bila tidak ada
perubahan dalam 2 hari.
Pada abortus septik diperlukan pemberian
antibiotika dalam dosis yang lebih tinggi sambil rnenunggu hasil pembiakan
supaya dapat diberikan antibiotika yang tepat, dapat diberikan sulbenicillin 3
x 2 gram. Antibiotika ini terbukti masih ampuh dan berspektrum luas untuk
anaerob. Pada kasus dengan tetanus maka pengobatan diatas perlu diberi ATS, irigasi
dengan peroksida(H202) dan histerektomi
total secepatnya (Wiknjosastro, 2006).
Diperkirakan frekuensi abortus spontan
berkisar antara 10-15%. Namun demikian, frekuensi seluruh keguguran yang pasti
sukar ditentukan, karena abortus buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali
bila terjadi komplikasi. Juga karena sebagian keguguran spontan hanya disertai
gejala dan tanda ringan, sehingga wanlta tidak dating ke dokter atau Rumah
Sakit.
Abortus terjadi 10% kehamilan. Rumah
Sakit Pirngadi Medan juga mendapati angka 10% dari seluruh kehamilan menurut
Eastan, 80% dari abortus terjadi pada bulan ke 2-3 kehamilan, sementara Simens
mendapatkan angka 76% (Mochtar, 2002)
3.
Etiologi
Menurut (Manuaba,2004) penyebab abortus
merupakan gabungan dan beberapa faktor, pada kehamilan muda abortus tidak
jarang didahului oleh kematian mudigah. Sebaliknya, pada kehamilan lebih lanjut biasanya
janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. hal-hal yang dapat menyebabkan
abortus dapat dibagi sebagai berikut:
a.
Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
dapat menimbulkan kematian
janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan
pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena :
1)
Faktor kromosoms
Gangguan sejak pertemuan kromosom,
termasuk kromosom seks.
2)
Faktor Iingkungan endometrium
Endometrium yang belum siap untuk
menerima implantasi hasil konsepsi dan gizi ibu kurang karena anemia atau
terlalu pendek jarak kehamilan.
3)
Pengaruh luar
Infeksi
endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi dan hasil konsepsi
terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi
terganggu.
b.
Faktor pada placenta
1)
lnfeksi . pada placenta dengan berbagai
sebab, sehingga placenta tidak dapat berfungsi.
2)
Gangguan pembuluh darah placenta,
diantaranya pada diabetes melitus.
3)
Hipertensi menyebabkan gangguan
peredaran darah placenta
sehingga
menimbulkan keguguran.
c.
Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung
mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui placenta:
1)
Penyakit infeksi seperti pneumonia,
tifus abdominalis, malaria, sifilis.
2)
Anemia ibu. Melalui gangguan nutrisi dan
peredaran O2 menuju sirkulasi reroplacenter.
3)
Penyakit menahun ibu seperti hipertensi,
penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit diabetes melitus.
d.
Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat
tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal alam bentuk mioma uteri,
uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, Serviks inkompeten, bekas
operasi serviks
(konisasi, amputasi serviks), robekan serviks postpartum (Manuaba, 2004).
e.
Faktor Lain-lain
1)
Umur
Dalam kurun reproduksi dikenal bahwa
usia yang untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun sampai 35 tahun.Usia
ini merupakan usia yang tidak berisiko. Sedang usia kurang dari 20 tahun kurang
baik untuk hamil dan bersalin (Manuaba, 2004).
Abortus yang terjadi pada usia reproduksi
sehat disebabkan karena pada masa ini wanita sering mengalami keterlambatan
haid sehingga kehamilan tidak dikenali sejak dini, dan adanya perdarahan
pervaginam, mules atau kram perut, dan pembukaan ostium uteri, sedang tingkat
kesuburan perempuan memang mulai menurun cukup drastis, sekitar 15% di usia.
20-35 tahun, risiko keguguran mencapai 11,75% Jika kehamilan dikisaran usia 34
tahun. Risiko abortus tampak meningkat dengan bertambahnya usia, terutama
setelah usia 30 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak. Dengan usia
lebih tua, lebih besar kemungkinan abortus (Murphy, 2000).
Frekuensi abortus yang dikenali secara
klinis berambah dari 12% pada yang berusia kurang dari 20 tahun alat reproduksi
belum matang untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun
pertumbuhan dan perkembangan janin, ibu masih dalam masa pertumbuhan, dari
faktor psikologispun belum matang atau belum siap menerima kehamilan sedangkan
abortus yang terjadi karena berrangnya fungsi alat reproduksi dan karena problem
kesehatan seperti anemia dan penyakit kronis (Manuaba, 2004).
2)
Paritas
Paritas adalah jumlah kelahiran yang
menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim (usia kehamilan 28 minggu).
Paritas dengan interval kurang dari 2 tahun, jumlah kehamilan diatas 4 kali
merupakan masalah yang mempengaruhi reproduksi (Manuaba, 2004). Risiko terjadi
abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas disamping dengan
semakin lanjutnya usia ibu (Cunningham, 2004). Paritas pertama berhubungan
dengan kurangnya pengalaman dan pengetahuan ibu dalam perawatan kehamilan,
misalnya dalam hal pemenuhan gizi yang adekuat. Asupan gizi yang tidak adekuat
menyebabkan anemia dan akan mempengaruhi suplai nutrisi pada buah kehamilan.
Ibu dengan paritas tinggi (lebih dari 4) sudah
mengalami penurunan fungsi system reproduksi,selain itu biasanya ibu terlalu
sibuk mengurus rumah tangga sehingga bsering mengalami kelelahan dan kurang
memperhatikan dalam pemenuhan gizinya (Wisanti 2001). Paritas (2-3) merupakan
paritas paling aman ditinjau dari kasus kematian ibu. Paritas 1 dan paritas
tinggi (Iebih dari 3) mempunyai angka kematian ibu lebih tinggi (Wiknjosastro,
2006).
3)
Usia Kehamilan
Umur Kehamilan diperkiraan dengan
menghitung dari hari pertama periode menstruasi terakhir (Cuningham, 2006).
Kebanyakan abortus terjadi pada bulan kedua dan lebih jarang terjadi setelah
bulan ketiga kehamilan. Insiden abortus bertambah jika kandungan wanita
tersebut belum rnelebihi umur tiga bulan. Kebanyakan abortus terjadi pada tiga
bulan pertama umur kehamilan, pada. wanita semua golongan umur (www.Suara
Merdeka, 2007).
Pada
kehamilan minggu-minggu pertama (0 – 10 minggu) faktor ovovetal bertanggung
jawab atas sebagian abortus pada keharmilan selanjutnya (11-12 minggu) faktor
ibu menjadi umum (Liewilyn,2002).
4)
Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah pendidikan formal yang
pernah ditempuh oleh ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka ia
akan semakin mudah menerima hal baru (Soekanto,
2006). Pendidikan rendah lebih sulit memahami informasi tentang pelayanan
antenatal dibandingkan mereka yang mengenyam
pendidikan lebih tinggi sehingga ibu kurang memperhatikan kehamilannya, hal ini
dapat memberikan pengaruh terhadap ibu serta peluang yang besar untuk
terjadinya abortus. Jenjang pendidikan formal terdiri dari:,
1.
Tingkat pendidikan rendah (SD,SMP)
2.
Tingkat pendidikan tinggi (SMA,PT)
5)
Pekerjaan
Pekerjaan adalan kegiatan sehari-hari
yang dilakukan secara tetap dalarn kurun waktu tertentu,. Tingkat kemampuan
seseorang untuk memehuhi kebutuhan
sosial ekonomi mempengaruhi tingkat
pengetahuan dan perilaku seseorang dibidang kesehatan, sehubungan dengan
kesempatan memperoleh informasi ,karena adanya fasititas atau media informasi.
Semakin tinggi tingkat pendapatan
manusia maka semakin tinggi keinginan rnanusia untuk dapat, memperoleh
informasi melalui media yang lebih unggul (Soekanto, 2006).
Pekerjaan dikelompokkan menjadi 2 yaitu
pekerjaan formal dan non formal
1)
Pekerjaan formal,yaitu pekerjaan yang mendapatkan
penghasilan tetap/rutin dan terdaftar dalam catatan pegawai negri sipil atau
swasta.
2)
Non formal yaitu pekerjaan yang belum
tentu mendapatkan penghasilan tetap misal buruh,tani,wiraswasta).
4.
Patofisiologi
Kebanyakan abortus spontan terjadi
segera kematian janin yang. kemudian diikuti perdarahan kedalam desidua
basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi,
infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan pervaginam. Buah
kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian
yang diinterprestasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim, Hal ini
menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi
pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi): Peru ditekankan
pada abortus spontan kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu
sebelum perdarahan, Oleh karena itu pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika sesudah
terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari.
Sebelum
minggu ke -10, hasil konsepsl biasanya dikeluarkan dengan lengkap, Hal ini disebabkan sebelum minggu.
ke -10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat kedalam desidua hingga
telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh
dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua maka erat hingga mulai
saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi
abortus.
5.
Komplikasi abortus
Komplikasi
yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok
(Wiknjosastro, 2006).
a)
Perdarahan
Perdarahan
dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b)
Perforasi
Perforasi
uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati
dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan
tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasl uterus
pada abortus yang dikerjakan olen orang awam menimbulkan persoalan gawat karena
perlukaan uterus biasanya luas, mungin terjadi perlukaan pada kandung kemih dan anus,
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus
segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya rnengambil
tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
c)
Infeksi
Biasanya
terjadi pada abortus inkomplit dan abortus criminal. (Depkes, 2003).
d)
Syok
Syok
pada abortus paslen bisa terjadi karena perdarahan (syok haemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).
e)
Degenerasi
Keguguran dapat terjadi korio karsinoma
sekitar 15-20%. Gejala koriokarsinoma adalah terdapat perdarahan berlangsung
lama, terjadi pembesaran/ perlunakan rahim (Trias Acosta Sison), terdapat
metastase ke vagina atau lainnya.
f)
Tanda dan Gejala
Seorang
wanita dalam masa reproduksi yang telah mengalami keterlambatan haid diduga
mengalami abortus apabila dijumpai tanda dan gejala sebagai berikut :
1)
Perdarahan pervaginam
Merupakan
gejala awal dari abortus sebagai akibat terlepasnya sebagian hasil konsepsi.
Perdarahan dapat banyak atau hanya sedikit.
2)
Rasa mules atau keram perut
Mules
terasa pada atas sympisis yang datang hilang dan seringkali disertai rasa nyeri
pinggang sebagai akibat kontraksi uterus.
3)
Pembukaan ostium uteri
Hal
ini mungkin disertai dengan pengeluaran hasil konsepsi dari kavum uteri.
g)
Diagnosis abortus
Abortus harus diduga bila seorang wanita
dalam masa reproduksl mengeluh tentang pendarahan pervaginam setelah mengalami
haid terlambat, sering terdapat pula rasa mules. Sebagai kemungkinan diagnosis
lain harus difikirkan kemungkinan diagnosis yaitu: kehamilan ektopik yang
terganggu, mola hidatidosa, kehamilan dengan kelainan pada serviks.
Kehamilan ektopik terganggu dengan
hematokel retrouterina kadang-kadang agak sukar dlbedakan dari abortus denqan
uterus dengan posisi retroversi. Dalam kedua keadaan tersebut dtemukan amenorea
disertai perdarahan pervaginam, rasa nyeri di perut baqian bawah dan tumor
dibelakang uterus. Tetapi, keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada kehamilan
ektopik. Apabila gejala-gejala menunjukkan kehamilan ektopik terganggu, dapat
dilakukan kuldosentesis dan bila darah tua dapat dikeluarkan dengan tindakan
ini, diagnosis kelainan dapat dipastikan. Pada mola hidatidosa uterus biasanya
lebih besar darlpada lamanya amenorea dan muntah lebih sering. Apabila ada kecurigaan terhadap
mola hidatidosa, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Karsinoma servitis uteri, polipus
serviks dan sebagainya dapat menyertai kehamilan. Perdarahan dari kelainan
tersebut dapat menyerupai abortus. Pemeriksaan spekulum, pemeriksaan sitologik
dan biopsi dapat menemukan diagnosis dengan pasti (Wiknjosastro, 2006).
Diperkirakan frekuensi abortus spontan
berkisar antara 10-15%. Namun demikian, frekuensi seluruh keguguran yang pasti
sukar ditentukan, karena abortus buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali
bila terjadi komplikasi. Juga
karena sebagian
keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanita tidak
datang ke dokter atau Rumah Sakit.
Menurut Siegler dan Eastman, abortus
terjadi 10% kehamilan. Rumah Sakit Pirngadi Medan juga mendapatl angka10% dari
seluruh kehamilan. Menurut Eastan, 80% dari abortus terjadi pada bulan ke 2-3
kehamilan, sementara Simens mendapati angka 76% (Mochtar, 2002).
Komentar
Posting Komentar