IMUNISASI
Imunisasi
a. Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian vaksin
kepada seseorang untuk melindunginya dari beberapa penyakit tertentu. Imunisasi
merupakan upaya untuk mencegah penyakit lewat peningkatan kekebalan tubuh
seseorang (Achmadi, 2006). Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat
dari kuman (bakteri maupun virus), komponen kuman, atau racun kuman yang
telah dilemahkan atau dimatikan, atau
tiruan kuman dan berguna untuk
merangsang pembentukan kekebalan tubuh seseorang (Achmadi, 2006).
b. Tujuan Imunisasi
1) Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah
penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering
terjangkit.
2) Untuk mencegah meluasnya penyakit tertentu dan menghindari
resiko kematian yang diakibatkan (Atikah Proverawati, Citra Setyo Dwi Andhini
2010).
c. Jenis Imunisasi
Ada dua jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif dan
imunisasi pasif.
1)
Imunisasi aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun atau
racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang
tubuh memproduksi antibodi sendiri. Misalnya rangsangan virus yang telah
dilemahkan pada imunisasi polio dan campak (Atikah Proverawati, Citra Setyo Dwi
Andhini 2010).
2)
Imunisasi pasif
Imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh
meningkat. Misalnya pemberian anti tetanus serum (ATS) atau anak tersebut
mendapat zat anti dari ibunya semasa dalam kandungan (Atikah Proverawati, Citra
Setyo Dwi Andhini 2010)
d. Macam-macam imunisasi
1)
Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah vaksin untuk mencegah
penyakit tuberkulosis atau lebih dikenal
dengan istilah TBC. Penyakit TBC merupakan
penyakit infeksi yang oleh sejenis bakteri yang berbentuk batang yang disebut Mycobacterium tuberculosis. (Achmadi,
2006).
Vaksin BCG merupakan bakteri tuberculosis bacillus yang telah dilemahkan. Cara pemberiannya
melalui suntikan. Sebelum disuntikan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih
dahulu. Dosis
0,55 cc untuk bayi dan 0,1 cc untuk anak dan orang dewasa. Imunisasi BCG
dilakukan pada bayi usia 0-2 bulan, akan tetapi biasanya diberikan pada bayi
umur 2 atau 3 bulan. Dapat diberikan pada anak dan orang dewasa jika sudah
melalui tes tuberculin dengan hasil negatif. Imunisasi BCG disuntikan secara
intracutan di daerah lengan kanan atas (Atikah Proverawati, Citra Setyo Dwi
Andhini 2010).
2)
Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B diberikan untuk
mendapatkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Vaksin terbuat dari
bagian virus hepatitis B yang dinamakan HbsAg diberikan dengan suntikan secara
Intramuskuler dengan dosis 0,5 cc. Kekebalan yang diperoleh dari vaksin
hepatitis B cukup tinggi yaitu 94-96%, reaksi imunisasi yang terjadi biasanya
nyeri pada bekas suntikan, yang disertai timbul rasa panas atau pembengkakan.
Reaksi ini akan hilang dalam 2 hari, efek samping yang mungkin timbul adalah
demam ringan (Ranuh, dkk 2005).
Cara penularan hepatitis B adalah
dapat terjadi melalui mulut, trasfusi darah dan jarum suntik. Pada bayi
hepatitis B dapat tertular dari ibu melalui placenta semasa bayi dalam kandungan
atau pada saat kelahiran (Markum, 2002).
Jenis vaksin hepatitis B :
a)
Vaksin yang berasal dari plasma.
b)
Vaksin yang terbuat dengan tekhnik rekombinan (rekayasa genetik) (Markum,
2002).
Kedua vaksin ini aman dan
imugenetik maupun diberikan pada saat lahir karena antibodi anti HbsAg ibu tidak mengganggu respon terhadap vaksin (Markum,
2002). Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang menyebabkan kanker hati dan
kematian. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya
memiliki HbsAg negatif. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang
waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dngan HBV II, serta selang waktu 5 bulan
antara suntikan HBV I dengan HBV II (Ranuh, dkk 2005).
3)
DPT combo
Imunisasi DPT adalah suatu suatu
vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus (Achmadi,
2005). Dipteri adalah suatu infeksi yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius dan fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah
infeksi pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta
bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung sampai beberapa minggu
dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas,
makan atau minum. Ini juga dapat menyebabkan komplikasi serius seperti pneumonia,
kejang dan kerusakan otak (Markum, 2002).
Tetanus merupakan penyakt yang
disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium
tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup pada lingkungan
yang tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak
bahkan orang dewasa (Atikah Proverawati, Citra Setyo Dwi Andhini 2010).
4)
Imunisasi Campak
Imunisasi campak bermanfaat untuk mencegah penyakit
campak (morbili) yang disebabkan jenis virus golongan paramiksopirus. Gejala skhasnya timbulnya
bintik-bintik merah dikulit, 3-5 hari
setelah anak menderita demam, batuk atau pilek. Bercak merah ini biasa timbul
pada pipi dibawah telinga lalu menjalar kemuka, tubuh dan anggota gerak. Pada
stadium berikutnya bercak merah tersebut berwarna coklat kehitaman dan akan menghilang dalam
waktu 7-10 hari (Achmadi, 2006).
Penyakit campak merupakan penyakit
dapat sembuh sendiri tapi sering diikuti
oleh komplikasi yang cukup berat yaitu radang otak, radang paru, radang saluran
kemih dan menurunnya keadaan gizi anak terutama
pada anak yang kurang gizi sering
terdapat komplikasi radang paru yang mungkin dapat mengakibatkan kematian (Achmadi,
2006).
5) Imunisasi Polio
a) Definisi Imunisasi Polio
Imunisasi polio bermanfaat untuk
mencegah penyakit polio (kelumpuhan) yang disebabkan oleh virus polio. Virus
ini akan masuk merusak bagian anterior susunan saraf pusat tulang belakang. Kata
polio (abu-abu) dan myelon (sumsum), berasal dari bahasa latin yang berarti medula spinalis. Penyakit ini disebabkan
oleh virus poliomyelitis pada medulla spinalis yang secara klasik menimbulkan
kelumpuhan (Ranuh dkk, 2005).
Poliomeilitis adalah penyakit pada susunan saraf yang disebabkan oleh salah
satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu polio type 1, 2 atau 3. Virus
polio ini menjadi tidak akif apabila terkena panas, klorin dan sinar
ultraviolet. Penyebab penyakit ini disebabkan oleh polio virus dan kurang
terjaganya kebersihan diri dan lingkungan.
b) Tanda dan gejala penyakit
polio
Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi
pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot- otot pernafasan
terinfeksi dan tidak segera ditangani. Polio dapat menyebabkan gejala yang
ringan atau penyakit yang sangat parah. Penyakit ini dapat menyerang sistem
pencernaan dan sistem saraf. Polio dapat menyebabkan demam, muntah-muntah, dan
mengakibatkan kelumpuhan permanen. Penyakit ini dapat melumpuhkan otot
pernafasan dan otot yang mendukung proses menelan menyebabkan kematian.
c) Cara penularan Virus polio
(1)Fekal-oral (dari tinja ke
mulut)
Yaitu
melalui minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dan tinja
penderita lalu masuk ke mulut orang yang sehat.
(2)Oral-oral (dari mulut ke mulut)
Yaitu melalui percikan ludah atau air liur penderita yang
masuk ke mulut orang sehat lainnya.
Sebenarnya kondisi suhu yang tinggi dapat cepat mematikan
virus. Sebaliknya pada keadaan beku atau suhu yang rendah justru virus dapat
bertahan hidup bertahun-tahun. Ketahanan virus ini di dalam tanah dan air
sangat bergantung pada kelembapan suhu dan adanya mikroba lain. Virus ini dapat
bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai
berkilo-kilometer dari sumber penularan.
d) Masa Inkubasi Poliomielitis
Masa inkubasi poliomielitis umumnya berlangsung 6–10 hari dengan kisaran 3-35 hari. Respon
terhadap infeksi virus polio sangat bervariasi dan tingkatannya tergantung pada
bentuk manifestasi klinisnya. Sekitar 95% dari semua infeksi polio termasuk sub klinis
tanpa gejala atau asimtomatic. Pasien yang terkena infeksi tanpa gejala mengeluarkan
virus bersama tinja dapat menularkan virus ke orang lain. Sekitar 4-8% dari
infeksi polio terdiri atas penyakit ringan yang non spesifik tanpa bukti klinis atau laboratorium dari invasi dalam sistem
saraf pusat. Sindrom ini di kenal sebagai poliomielitis abortif dengan ciri
khas penyembuhan sempurna dan berlangsung kurang dari seminggu
e) Macam-Macam Imunisasi Polio
(1) IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk) mengandung virus polio yang
telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan
(2) OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin) mengandung vaksin hidup yang
telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen
(TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif
melawan 1 jenis polio.
f)
Tahap Pemberian Imunisasi IPV
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah
imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat
meninggalkan SD (12 tahun).
g)
Kontra Indikasi Pemberian Imunisasi IPV
(1) Diare berat.
(2) Gangguan kekebalan (karena
obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)
(3) Bayi yang terinfeksi immunodeficiency
virus (HIV) baik simtomatik maupun asimtomatik bukan kontra indikasi IPV,
harus diimunisasi dengan IPV menurut jadwal standar.
(4)
Bayi dengan riwayat hipersentisif terhadap salah satu dari komponen vaksin
termasuk phenoxyethanol, formaldehid 0,02%, neomycin, streptomycin, polymyxin
B.
h)
Jadwal Pemberian Imunisasi Polio dengan IPV
(1)
Usia 2 bulan : IPV 1
(2)
Usia 3 bulan : IPV 2
(3)
Usia 4 bulan : IPV 3
(4)
Usia 5 bulan : IPV 4
i)
Standar
Teknis Imunisasi IPV
(1) Deskripsi
IPV adalah Vaksin Polio trivalent suntikan
yang terdiri dari suspensi steril virus polio tipe 1, 2 dan 3 yang diinaktivasi.
Vaksin dibuat dalam biakan kultur VERO sel.
(2) Indikasi
Memberikan kekebalan aktif
terhadap poliomyelitis.
(3) Komposisi
Tiap dosis (0,5 mL)
mengandung:
(a) Virus polio Tipe 1 : 40 D unit
antigen .
(b) Virus polio Tipe 2 : 8 D unit
antigen .
(c) Virus polio Tipe 3 : 32 D unit
antigen .
(d) 2-phenoxyethanol 0,5% .
(e) Formaldehid 0,02% .
(f) Neomycin .
(g) Streptomycin .
(h) Polymyxin B .
j)
Dosis
dan Cara Pemberian :
(1) IPV harus diberikan sebanyak
0,5 mL secara intramuskular pada paha, sebaiknya paha kanan.
(2) Menggunakan Autodisable Syringe
(ADS) yang steril pada setiap penyuntikan.
(3) Bayi harus menerima minimal 4
dosis IPV dengan interval minimal 4 (empat) minggu.
k)
Pemberian Dengan Vaksin Lain
(1) IPV dapat diberikan dengan
aman berbarengan dengan vaksin DPT, DT, TT.
(2) Campak, Mumps, Rubella, BCG,
Hepatitis B atau Hib dan tidak mempengaruhi pembentukan respon imunologik yang
dihasilkan masingmasing vaksin.
l) KIPI IPV
Kejadian ikutan dapat terjadi
pasca imunisasi IPV tetapi reaksi ini jarang terjadi, antara lain :
(1) Reaksi Lokal : reaksi eritema
(kemerahan), pembengkakan pada bekas suntikan.
(2) Reaksi Sistemik : demam, mual,
iritabilitas, anoreksia, menangis yang menetap, keletihan.
Seperti halnya pada kegiatan
imunisasi rutin lainnya KIPI perlu dipantau dan dilaporkan. Mekanisme
pencatatan dan pelaporan KIPI IPV mengacu pada kegiatan surveilans KIPI yang
telah rutin dilakukan.
m)
Penyimpanan
IPV merupakan vaksin yang freeze
sensitive (tidak kuat terhadap suhu beku) sehingga harus disimpan dan
ditransportasikan pada kondisi suhu 20-80 C.
(1) Pada tingkat provinsi, vaksin
harus disimpan di kamar dingin/ lemari es pada suhu 20-80 C.
(2) Pada tingkat kabupaten/kota
dan puskesmas, vaksin harus disimpan dilemari es pada suhu 20-80 C.
(3) Pada pelayanan, vaksin dibawa
dengan menggunakan vaccine carrier yang berisi cool pack (kotak
air dingin).
(4) Berbeda dengan OPV, IPV tidak boleh
dibekukan.
n)
Tempat Pelayanan Imunisasi IPV
Imunisasi polio dengan suntik dapat dilayani antara lain : Puskesmas dan
jaringannya, Rumah Sakit, Puskesmas dengan RB (Rumah Bersalin), Bidan praktek
swasta, Dokter praktek swasta.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan
primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan
kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertingi. Setelah mendapatkan
serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan
pemberian boster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah
dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah
mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya
diberikan IPV. Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat
(anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin,
tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem
kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma),
dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang
menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat
imunosupresan lainnya. IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang
menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda
sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada
tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.
Umumnya anak yang telah imun itu bereaksi terhadap infeksi dalam bentuk :
tidak sakit sama sekali atau sakit tetapi ringan sekali, sehingga tidak
menimbulkan cacad atau meninggal dunia. Pemberian imunisasi merupakan upaya
pencegahan primer yang mencakup upaya menghindari penyakit itu timbul. Upaya
ini dapat dilaksanakan dapat tingkat komunitas maupun tingkat individu,
prosedur pemberian imunisasi tepat/baik, sesuai dengan syarat tehnis pemberian
imunisasi.
Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta melaksanakan imunisasi polio dengan menggunakan jenis
vaksin yang disuntikkan yaitu Inactivited Polio Vaccine, hal ini diberikan
kepada DIY yang menunjukkan hasil sebagai berikut :
(1)
Survei Cakupan Imunisasi
rutin Polio, cukup memuaskan >95%.
(2) Hasil evaluasi terhadap
pelaksanaan Survailans AFP, tidak ditemukan virus polio liar pada semua kasus
kelumpuhan yang dilaporkan.
(3) Survei limbah lingkungan di
Sewon, di Bantul, menunjukkan adanya sirkulasi vaksin polio di lingkungan
menunjukkan tingginya cakupan imunisasi polio.
(4) Survei serologi antibodi polio
pada anak usia balita menunjukkan bahwa semua anak telah mempunyai antibodi
ketiga serotipe virus polio dengan titer yang tinggi
o)
Pelaksanaan Pemberian IPV
Pelaksanaan pemberian IPV
dimulai pada bulan Mei 2007 hingga Mei 2011. Setelah tahun 2012 akan dilakukan
evaluasi dan diskusi antara Tim ahli dan WHO, untuk langkah selanjutnya
menetapkan. Target cakupan imunisasi IPV adalah 100%, baik untuk IPV 1, IPV 2
dan IPV 3. Penghitungan kebutuhan vaksin IPV menggunakan rumus : (Sasaran x
Target cakupan IPV1) + (Sasaran x target IPV 2) + (Sasaran x target IPV 3).
p)
Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi
(1). Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor
predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,
pekerjaan, pengalaman, usia dan
sebagainya. Sebagai contoh dalam melakukan imunisasi pada bayinya seorang ibu
diperlukan pengethuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat imunisasi
polio. Disamping itu kadang – kadang kepercayaan, tradisi dapat mendorong atau
menghambat ibu untuk melakukan imunisasi.
(2).
Faktor Pendukung (enabling factor)
Faktor ini
mencakup sarana ketersediaan sarana dan prasarana, lokasi, jenis pelayanan yang
tersedia, kualitas pelayanan. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau
memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. Sebagai contoh ibu mau melakukan
imunisasi polio pada bayinya, ibu tersebut tidak hanya tahu dan sadar manfaat
imunisasi polio melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh
fasilitas atau tempat pelayanan imunisasi misalnya puskesmas, BPS ataupun RS.
Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau faktor pemungkin.
(3).
Faktor Pendorong (reinforcing factor)
Faktor ini mencakup sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, sikap dan perilaku petugas kesehatan. Termasuk juga di sini
undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah
yang terkait dengan kesehatan. Untuk melakukan kebiasaan sehat masyarakat
kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positifdan dukungan
fasilitas kesehatan saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari
para tokoh masyarakat dan para petugas terutama petugas kesehatan. Di samping itu Undang-Undang
dan peraturan yang mengharuskan seorang ibu melakukan imunisasi juga memperkuat
perilaku kesehatan masyarakat.
Komentar
Posting Komentar