ABORTUS


1.    Pengertian Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat. akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Saifuddin, 2006). Menurut (Mochtar, 2002) abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan . Sedangkan menurut (Manuaba, 2004) abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau umur kehamilan kurang dari 28 minggu.
2.    Klasifikasi Abortus
Menurut (Manuaba,2004) berdasarkan kejadiannya abortus dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a.         Abortus spontan
Adalah abortus yang terjadi tanpa ada unsur tindakan dari luar dan dengan kekuatan sendiri.
b.         Abortus provokatus (induced abortion)
Adalah abortus yang disengaja, sehingga kehamilan diakhiri. Upaya menghilangkan hasil konsepsl dapat dllakukan berdasarkan :

1)        Indikasi medis
Menghilangkan kehamilan atas indikasi ibu, untuk menyelamatkan jiwanya. Indikasi medis tersebut diantaranya :
(a)      Penyakit jantung, ginjal atau hati yang berat.
(b)     Gangguan jiwa ibu. 
(c)      Dijumpai kelainan bawaan berat dengan pemeriksaan ultrasonografi.
(d)     Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim.
2)   Indikasi sosial
                          Pengguguran kandungan dilakukan atas dasar aspek sosial
(a)      Menginginkan jenis kelamin tertentu
(b)     Tidak ingin punya anak
(c)      Jarak kehamilan terlalu pendek
(d)     Belum siap untuk hamil
(e)      Kehamilan yang tidak diinginkan
Menurut Saifuddin, 2006 berdasarkan klinisnya abortus spontan dapat dibagi menjadi :
a.         Abortus iminens (keguguran membakat)
Adalah peristiwa terjadinya perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan. Penanganan abortus iminens, yaitu :
1)        Tidak diperlukan pengobatan medik yang khusus atau secara total
2)        Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual.
3)        Bila pendarahan
(a)      Berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi.
(b)     Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan/USG). Lakukan konfirmasi adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola).
(c)      Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas,      pemantauannya hanya dilakukan melalui gejala klinik dan hasil Pemeriksaan gynekologik.
b.         Abortus insipiens (keguguran sedang berlangsung)
Adalah perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsl rnasih berada dalam kavum uteri. Kondisi ini menunjukkan proses abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau komplit. Penanganan abortus insipiens yaitu :
1)   Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi. Bila usia gestasi  16 minggu, evakuasi dilakukan dengan peralatan aspirasi Vakum Manual (AVM) setelah bagian-bagian janin dikeluarkan bila usia gestasi 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan prosedur Dilatasi dan Kuretase (D&K).
2)   Bila prosedur evakuasi tidak segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih  besar dari 16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan:
(a)      Infus oksitosin  20 unit RL mulai dengan 8 tetes/menit  yang dapat dinaikkan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi.
(b)     Ergometrin 0,2 mg 1M yang diulangi 15 menit kemudian
(c)      Misoprostol 400 mg peroral dan apabila uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau D&K (Saifuddin, 2006).
c.         Abortus inkompletus (keguguran bersisa)
Perdarahan pada kehamuan muda sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis servikalis. Penanganan yang memadai yaitu:
1)   Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis)
2)   Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau cunam ovum. Setelah itu evaluasi perdarahan :
(a)      Bila pendarahan berhenti,beri ergometrin 0,2 1M atau misoprostol 400 mg peroral.
(b)     Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau D&K
3)   Bila tak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika profllaksis (ampisilin 50 mg atau doksisiklin 100 mg)
4)   Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1gr dan metronidazol 500mg tiap 8 jam
5)   Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dbawah 16 minggu, segera lakukan evakuasi dengan AVM
6)   Bila pasien tampak anemia, berikan sulfas ferosus 600 mg per hari selama 2 minggu (anemia sedanq) atau transfusi darah (anemia berat) (Saifuddin, 2006).
d.        Abortus kompletus (keguguran lengkap)
Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi sudah dikeluarkan dari kavum uteri. Penanganan yang memadai yaitu:
1)   Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet ergometrin 3 x 1  tablet/hari untuk 3 hari.
2)   Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet surfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar, ikan, daging, telur). Untuk anemia berat, berikan transfusi darah.
3)   Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tldak perlu diberi antibiotika, atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi antibiotika profilaksis (Saifuddin, 2006).
e.         Missed abortion
Adalah perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih. Biasanya diagnosis tidak dapat ditentukan hanya dalam satukafi pemeriksaan, melainkan memerlukan waktu pengamatan dan pemeriksaan ulangan. Missed abortion seharusnya ditangani di rumah sakit atas pertimbangan :
1)   Placenta dapat melekat sangat erat didinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan risiko perforasi lebih tinggi.
2)   Pada umumnya kanalis servisis dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam.
3)   Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogemia yang berlanjut dengan gangguan pembekuan darah (Saifuddin, 2006).
f.          Abortus habitualis (keguguran sederhana)
Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh karena ltu, penanganannya terdiri atas, memperbaiki keadaan umum, pemberian makan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak, larangan koitus dan olahraga. Terapi dengan hormone progesteron, vitamin, hormon tiroid dan lainnya mungkin hanya mempunyai, pengaruh psikologis karena penderita mendapat kesan diobati. Calvin melaporkan penyelidikannya tentang 141 wanita hamil yang sebelumnya mengalami 1-4 abortus berturut-turut, hanya 22,7% mengalami abortus dan. pada 76,6% kehamilan berlangsung terus sampai cukup bulan tanpa pengobatan apapun (Wiknjosastro, 2006).
g.         Abortus infeksiosa atau septik
Abortus infeksiosus adalah keguguran yang disertaikomplikasi inteksi. Adanya penyebab kuman atau toksin ke dalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat menimbulkan septicemia, sepsis atau peritonitis. Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya kedalam peredaran darah atau peritoneum.
Untuk penanganan abortus infeksiosus kepada penderita yang telah mengalami banyak perdarahan hendaknya diberikan intus dan tranfusi darah. Pasien segera diberi antibiotika. (pilihan) a.Gentamycyin 3 x 80 mg dan penicillin 4x 1,2 juta, b.Chloromycetin 4x500 mg c. Cephalosporin 3 x 1 gram, d. Sulbenicillin 3 x 1-2 gram. Kuretase dilakukan dalam 6 jam dan penanganan demikian dapat dipertanggungjawaban karena penqeluaran sisa-sisa abortus mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan yang nekrotis, yang bertindak sebagai medium pembiakan bagi jasad renik. Pemberian anti biotika diteruskan sampai febris tidak ada lagi selama 2 hari atau ditukar bila tidak ada perubahan dalam 2 hari.
Pada abortus septik diperlukan pemberian antibiotika dalam dosis yang lebih tinggi sambil rnenunggu hasil pembiakan supaya dapat diberikan antibiotika yang tepat, dapat diberikan sulbenicillin 3 x 2 gram. Antibiotika ini terbukti masih ampuh dan berspektrum luas untuk anaerob. Pada kasus dengan tetanus maka pengobatan diatas perlu diberi ATS, irigasi dengan peroksida(H202) dan histerektomi total secepatnya (Wiknjosastro, 2006).
Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar antara 10-15%. Namun demikian, frekuensi seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, karena abortus buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila terjadi komplikasi. Juga karena sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanlta tidak dating ke dokter atau Rumah Sakit.
Abortus terjadi 10% kehamilan. Rumah Sakit Pirngadi Medan juga mendapati angka 10% dari seluruh kehamilan menurut Eastan, 80% dari abortus terjadi pada bulan ke 2-3 kehamilan, sementara Simens mendapatkan angka 76% (Mochtar, 2002)
3.        Etiologi
Menurut (Manuaba,2004) penyebab abortus merupakan gabungan dan beberapa faktor, pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah. Sebaliknya, pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. hal-hal yang dapat menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut:
a.    Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena :
1)   Faktor kromosoms
Gangguan sejak pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks.
2)   Faktor Iingkungan endometrium
Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi dan gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan.
3)   Pengaruh luar
Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi dan hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
b.    Faktor pada placenta
1)      lnfeksi . pada placenta dengan berbagai sebab, sehingga placenta tidak dapat berfungsi.
2)      Gangguan pembuluh darah placenta, diantaranya pada diabetes melitus.
3)      Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah placenta
sehingga menimbulkan keguguran.
c.    Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui placenta:
1)        Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis.
2)        Anemia ibu. Melalui gangguan nutrisi dan peredaran O2 menuju sirkulasi reroplacenter.
3)        Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit diabetes melitus. 
d.   Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal alam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, Serviks inkompeten, bekas operasi serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan serviks postpartum (Manuaba, 2004).
e.    Faktor Lain-lain
1)        Umur
Dalam kurun reproduksi dikenal bahwa usia yang untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun sampai 35 tahun.Usia ini merupakan usia yang tidak berisiko. Sedang usia kurang dari 20 tahun kurang baik untuk hamil dan bersalin (Manuaba, 2004).
Abortus yang terjadi pada usia reproduksi sehat disebabkan karena pada masa ini wanita sering mengalami keterlambatan haid sehingga kehamilan tidak dikenali sejak dini, dan adanya perdarahan pervaginam, mules atau kram perut, dan pembukaan ostium uteri, sedang tingkat kesuburan perempuan memang mulai menurun cukup drastis, sekitar 15% di usia. 20-35 tahun, risiko keguguran mencapai 11,75% Jika kehamilan dikisaran usia 34 tahun. Risiko abortus tampak meningkat dengan bertambahnya usia, terutama setelah usia 30 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak. Dengan usia lebih tua, lebih besar kemungkinan abortus (Murphy, 2000).
Frekuensi abortus yang dikenali secara klinis berambah dari 12% pada yang berusia kurang dari 20 tahun alat reproduksi belum matang untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin, ibu masih dalam masa pertumbuhan, dari faktor psikologispun belum matang atau belum siap menerima kehamilan sedangkan abortus yang terjadi karena berrangnya fungsi alat reproduksi dan karena problem kesehatan seperti anemia dan penyakit kronis (Manuaba, 2004).
2)        Paritas
Paritas adalah jumlah kelahiran yang menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim (usia kehamilan 28 minggu). Paritas dengan interval kurang dari 2 tahun, jumlah kehamilan diatas 4 kali merupakan masalah yang mempengaruhi reproduksi (Manuaba, 2004). Risiko terjadi abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas disamping dengan semakin lanjutnya usia ibu (Cunningham, 2004). Paritas pertama berhubungan dengan kurangnya pengalaman dan pengetahuan ibu dalam perawatan kehamilan, misalnya dalam hal pemenuhan gizi yang adekuat. Asupan gizi yang tidak adekuat menyebabkan anemia dan akan mempengaruhi suplai nutrisi pada buah kehamilan. Ibu dengan paritas tinggi (lebih dari 4) sudah mengalami penurunan fungsi system reproduksi,selain itu biasanya ibu terlalu sibuk mengurus rumah tangga sehingga bsering mengalami kelelahan dan kurang memperhatikan dalam pemenuhan gizinya (Wisanti 2001). Paritas (2-3) merupakan paritas paling aman ditinjau dari kasus kematian ibu. Paritas 1 dan paritas tinggi (Iebih dari 3) mempunyai angka kematian ibu lebih tinggi (Wiknjosastro, 2006).
3)        Usia Kehamilan
Umur Kehamilan diperkiraan dengan menghitung dari hari pertama periode menstruasi terakhir (Cuningham, 2006). Kebanyakan abortus terjadi pada bulan kedua dan lebih jarang terjadi setelah bulan ketiga kehamilan. Insiden abortus bertambah jika kandungan wanita tersebut belum rnelebihi umur tiga bulan. Kebanyakan abortus terjadi pada tiga bulan pertama umur kehamilan, pada. wanita semua golongan umur (www.Suara Merdeka, 2007).
Pada kehamilan minggu-minggu pertama (0 – 10 minggu) faktor ovovetal bertanggung jawab atas sebagian abortus pada keharmilan selanjutnya (11-12 minggu) faktor ibu menjadi umum (Liewilyn,2002).
4)        Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka ia akan semakin mudah menerima hal baru (Soekanto, 2006). Pendidikan rendah lebih sulit memahami informasi tentang pelayanan antenatal dibandingkan mereka yang mengenyam pendidikan lebih tinggi sehingga ibu kurang memperhatikan kehamilannya, hal ini dapat memberikan pengaruh terhadap ibu serta peluang yang besar untuk terjadinya abortus. Jenjang pendidikan formal terdiri dari:,
1.         Tingkat pendidikan rendah (SD,SMP)
2.         Tingkat pendidikan tinggi (SMA,PT)
5)        Pekerjaan
Pekerjaan adalan kegiatan sehari-hari yang dilakukan secara tetap dalarn kurun waktu tertentu,. Tingkat kemampuan seseorang untuk  memehuhi kebutuhan sosial ekonomi  mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku seseorang dibidang kesehatan, sehubungan dengan kesempatan memperoleh informasi ,karena adanya fasititas atau media informasi. Semakin tinggi tingkat pendapatan manusia maka semakin tinggi keinginan rnanusia untuk dapat, memperoleh informasi melalui media yang lebih unggul (Soekanto, 2006).
Pekerjaan dikelompokkan menjadi 2 yaitu pekerjaan formal dan non formal
1)        Pekerjaan formal,yaitu pekerjaan yang mendapatkan penghasilan tetap/rutin dan terdaftar dalam catatan pegawai negri sipil atau swasta.
2)        Non formal yaitu pekerjaan yang belum tentu mendapatkan penghasilan tetap misal buruh,tani,wiraswasta).
4.        Patofisiologi
Kebanyakan abortus spontan terjadi segera kematian janin yang. kemudian diikuti perdarahan kedalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan pervaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterprestasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim, Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi): Peru ditekankan pada abortus spontan kematian embrio biasanya terjadi paling lama 2 minggu sebelum perdarahan, Oleh karena itu pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika sesudah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari.
        Sebelum minggu ke -10, hasil konsepsl biasanya dikeluarkan dengan lengkap, Hal ini disebabkan sebelum minggu. ke -10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat kedalam desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua maka erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus.
5.        Komplikasi abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok (Wiknjosastro, 2006).
a)    Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b)   Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasl uterus pada abortus yang dikerjakan olen orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungin terjadi perlukaan pada kandung kemih dan anus, Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya rnengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
c)    Infeksi
Biasanya terjadi pada abortus inkomplit dan abortus criminal. (Depkes, 2003).
d)   Syok
Syok pada abortus paslen bisa terjadi karena perdarahan (syok haemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik).
e)    Degenerasi
Keguguran dapat terjadi korio karsinoma sekitar 15-20%. Gejala koriokarsinoma adalah terdapat perdarahan berlangsung lama, terjadi pembesaran/ perlunakan rahim (Trias Acosta Sison), terdapat metastase ke vagina atau lainnya.
f)    Tanda dan Gejala
Seorang wanita dalam masa reproduksi yang telah mengalami keterlambatan haid diduga mengalami abortus apabila dijumpai tanda dan gejala sebagai berikut :
1)   Perdarahan pervaginam
Merupakan gejala awal dari abortus sebagai akibat terlepasnya sebagian hasil konsepsi. Perdarahan dapat banyak atau hanya sedikit.
2)   Rasa mules atau keram perut
Mules terasa pada atas sympisis yang datang hilang dan seringkali disertai rasa nyeri pinggang sebagai akibat kontraksi uterus.
3)   Pembukaan ostium uteri
Hal ini mungkin disertai dengan pengeluaran hasil konsepsi dari kavum uteri.
g)   Diagnosis abortus
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksl mengeluh tentang pendarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering terdapat pula rasa mules. Sebagai kemungkinan diagnosis lain harus difikirkan kemungkinan diagnosis yaitu: kehamilan ektopik yang terganggu, mola hidatidosa, kehamilan dengan kelainan pada serviks.
Kehamilan ektopik terganggu dengan hematokel retrouterina kadang-kadang agak sukar dlbedakan dari abortus denqan uterus dengan posisi retroversi. Dalam kedua keadaan tersebut dtemukan amenorea disertai perdarahan pervaginam, rasa nyeri di perut baqian bawah dan tumor dibelakang uterus. Tetapi, keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada kehamilan ektopik. Apabila gejala-gejala menunjukkan kehamilan ektopik terganggu, dapat dilakukan kuldosentesis dan bila darah tua dapat dikeluarkan dengan tindakan ini, diagnosis kelainan dapat dipastikan. Pada mola hidatidosa uterus biasanya lebih besar darlpada lamanya amenorea dan muntah lebih sering. Apabila ada kecurigaan terhadap mola hidatidosa, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Karsinoma servitis uteri, polipus serviks dan sebagainya dapat menyertai kehamilan. Perdarahan dari kelainan tersebut dapat menyerupai abortus. Pemeriksaan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat menemukan diagnosis dengan pasti (Wiknjosastro, 2006). 
Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar antara 10-15%. Namun demikian, frekuensi seluruh keguguran yang pasti sukar ditentukan, karena abortus buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila terjadi komplikasi. Juga karena sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga wanita tidak datang ke dokter atau Rumah Sakit.
Menurut Siegler dan Eastman, abortus terjadi 10% kehamilan. Rumah Sakit Pirngadi Medan juga mendapatl angka10% dari seluruh kehamilan. Menurut Eastan, 80% dari abortus terjadi pada bulan ke 2-3 kehamilan, sementara Simens mendapati angka 76% (Mochtar, 2002).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROGRAM KIA

BOUNDING ATTACHMENT

ASKEB IBU HAMIL PATOLOGI DENGAN SEROTINUS