DIARE


     Diare
a.        Pengertian diare
1)         Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya lebih tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2008).
2)        Diare menurut Hippocrates diartikan sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Sedangkan di bagian Ilmu Kesehatan Anak, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali.
1)        Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
a)    Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolik ke dalam rongga usus.
b)   Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolik ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c)    Gangguan motilitis usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
2)        Patofisiologi
a)      Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
b)      Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
c)      Hipoglikemia
d)     Gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 2005).
3)        Tanda dan Gejala (gambaran klinis)
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare. (Ngastiyah, 2005).
b.       Gejala-Gejala Dehidrasi
1)      Dehidrasi ringan
a)      Meningkatnya rasa haus
b)      Kegelisahan atau rewel
c)      Menurunnya elastisitas kulit
d)     Mulut dan lidah yang kering
e)      Mata yang kering karena tidak adanya air mata
f)       Mata yang cekung
2)      Dehidrasi berat
a)      Tangan dan kaki yang dingin dan lembab
b)      Anak yang terlihat lemah, tidak sadar, atau lemas
c)      Ketidakmampuan untuk minum
d)     Hilangnya elastisitas kulit secara sepenuhnya
e)      Tidak ada air mata
f)       Lapisan lendir yang sangat kering pada mulut
g)      Pengurangan volume air seni yang parah atau tidak adanya air seni
Tabel 1. Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun
Derajat Dehidrasi
PWL
MWL
CWL
Jumlah
Ringan
50
100
25
175
Sedang
75
100
25
200
Berat
125
200
25
350
   Sumber : Ngastiyah (2005)
Tabel 2. Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun
Derajat Dehidrasi
PWL
MWL
CWL
Jumlah
Ringan
13
80
25
135
Sedang
50
80
25
155
Berat
80
80
25
185
Sumber : Ngastiyah (2005)

Tabel 3. Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan pasien dan umur
Berat Bandan
Umur
PWL
MWL
CWL
Jumlah
0 – 3 Kg
0-1 bulan
150
125
25
300
3 – 10 Kg
1 bulan – 2 tahun
125
100
25
250
10 – 15 Kg
2-5 tahun
100
80
25
205
15 – 25 Kg
5-10 tahun
80
25
25
130
Sumber :  Ngastiyah ( 2005)
Keterangan :
PWL ( Previous water loss )            : Cairan yang hilang karena muntah
NWL ( Normal water loss )             : Cairan hilang melalui urine, kulit, pernapasan
CWL ( Concomitant water loss )     : Cairan hilang karena muntah hebat
c.         Komplikasi Diare
Komplikasi lain yang kadang kala timbul mencakup :
1)        Gangguan pada keseimbangan elektrolit normal dalam tubuh
Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut dalam air atau cairan lainnya memecah menjadi partikel-partikel (ion) dan mampu membawa aliran listrik.
2)        Kelumpuhan ileus (Paralytic ileus) ini adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan atau tidak adanya gerakan usus. Kondisi ini dapat terjadi akibat pembedahan, cedera pada dinding perut, sakit ginjal yang parah, atau penyakit parah lainnya.
3)         Kemia septi adalah suatu kondisi dimana terdapat infeksi pada seluruh bagian tubuh. Kondisi ini biasanya menyusul adanya infeksi disalah satu bagian tubuh, yang dari sana bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain melalui darah.
4)        Komplikasi darah seperti koagulasi intra vaskuler terdiseminasi
Jika ada penyakit atau cidera parah apapun, darah cenderung membentuk suatu massa semi padat atau gumpalan darah didalam pembuluh darah (Ramaiah 2002).
d.        Faktor Penyebab Diare
1)        Faktor infeksi
a)    Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
Infeksi bakteri     :    vibrio, E. Coli, Salmonella, Stigella, Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya
Infeksi Virus        :    Entrovirus (Virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis)
Infeksi parasit      :    cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides)
b)   Infeksi parental ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitis / tonsilofaringis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
2)        Faktor Malabsorsi
       Malabsorsi karbohidrat disakarida
3)        Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau memasak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengelolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman. Tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. Mengurangi kerusakan / pemborosan makanan. Dalam pengelolahan makanan ada 6 prinsip yang harus di perhatian yaitu :

a)         Keadaan bahan makanan
Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan- bahan makanan yang mudah membusuk atau rusak seperti daging, ikan, susu, telor, makanan dalam kaleng, buah, dsb. Bahan makanan yang baik kadang kala tidak mudah kita temui, karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan yang begitu luas. Salah salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggung jawabkan secara kualitasnya.
b)        Cara penyimpanan bahan makanan
Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan makanan yang tidak segera diolah terutama untuk katering dan penyelenggaraan makanan RS perlu penyimpanan yang baik, mengingat sifat bahan makanan yang berbeda – bedadan dapat membusuk, sehingga kualitasnyadapat terjaga. Cara penyimpanan yang memenuhi syarat hygiene sanitasi makanan adalah sebagai berikut :
Penyimpanan harus dilakukan ditempat khusus (gudang) yang bersih dan memenuhi syarat. Barang – barang agar disusun dengan baik sehingga mudah diambil, tidak memberi kesempatan serangga atau tikus untuk bersarang, terhindar dari lalat/ tikus dan untuk produk yang mudah busuk atau rusak agar disimpan pada suhu yang dingin.
c)         Proses pengolahan
Pada proses atau cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1.        Tempat pengolahan makanan
Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimanan makanan diolah, tempat pengolahan ini sering disebut dapur. Dapur mempunyai peranan yang penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang baik harus memenuhi persyaratan sanitasi.
2.        Tenaga pengolah makanan / penjamah makanan
Penjamah makanan menurut Depkes RI (2006) adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan pengangkutan sampai penyajian. Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan ini mempunyai peluang untuk menularkan penyakit. Banyak infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain Staphylococcus aureus ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, kuman Clostridium perfringeus, Streptococcus, salmonella dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam keadaan sehat dan terampil.
3.        Cara pengolahan makanan
Cara pengolahan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah dan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (Good manufacturing practice).
a)        Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah, 2003).
b)        Faktor-Faktor yang meningkatkan resiko diare.
1)   Faktor lingkungan meliputi pasokan air tidak memadai, air terkontaminasi tinja, fasilitas kebersihan kurang, kebersihan pribadi buruk misalnya tidak mencuci tangan setelah buang air, kebersihan rumah buruk misalnya tidak membuang tinja anak di WC, metode penyiapan dan penyimpanan makanan tidak higienes misalnya makanan dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak menutup makanan yang telah dimasak.
2)   Praktik penyapihan yang buruk antara lain pemberian susu eksklusif dihentikan sebelum bayi berusia 4-6 bulan dan melalui pemberian susu melalui botol dan berhenti menyusui sebelum anak berusia setahun
3)   Faktor individu meliputi gizi buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh. Misalnya, diare lebih lajim terjadi pada anak-anak, baik yang mengidap campak atau yang mengalami campak.
4)   Produksi asam lambung berkurang
5)   Gerakan pada usus berkurang yang mempengaruhi aliran makanan yang normal.
4)        Pencegahan Diare
a)         Beri ASI eksklusif sampai empat atau enam bulan dan teruskan menyusui sampai setidaknya setahun.
b)        Hindari pemberian susu botol.Setelah usia 4-6 bulan, berikan makanan yang bergizi, bersih dan aman untuk mulai menyapih.
c)         Gunakan makanan matang yang baru dimasak untuk memberi makan anak-anak.
d)        Bersihkan wadah yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan air minum setiap hari.
e)         Jika anda tidak yakin tentang kualitas air minum, rebuslah selama 10 menit dan tutuplah serta simpanlah dalam wadah yang sama.
f)         Hindari kontak antara tangan dan air minum ketika menyajikannya
g)        Cucilah tangan dengan sabun dibawah air yang mengalir sebelum memberi makan anak, memasak, setelah pergi ke WC atau membersihkan anak.
h)        Buanglah tinja yang dikeluarkan anak dalam WC segera mungkin.
i)          Segeralah cuci baju yang terkena tinja anak dengan air hangat.
j)          Berikan imunisasi campak kepada akan pada usia sembilan bulan karena resiko diare parah dan malnutrisi yang mengikutinya lebih tinggi. Setelah infeksi campak.
k)        Pastikan bahwa daerah dimana anak bermain atau merangkak tetap bersih. Cucilah mainan yang anak mainkan secara teratur.

Cara Pemberian Cairan dalam Terapi Dehidrasi
a)         Belum ada dehidrasi
       Peroal sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap defekasi.
b)        Dehidrasi ringan
       1 jam pertama : 25-50 ml / kg BB peroral (intragastrik), selanjutnya : 125 ml / Kg BB / hari ad libitum.
c)         Dehidrasi berat
       Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3 – 10 kg.
       1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes / kg BB / menit (Set infus 1 ml = 20 tetes).
       7 Jam berikutnya :12 ml / kg BB / Jam = 3 tetes / kg / BB / menit (Set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes / kg / BB / menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
       16 jam berikutnya: 125 ml / kg BB oralit peroral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG 11 intravena 2 tetes / kg / BB / menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes / Kg / BB / menit. (1 ml = 20 tetes) (Ngastiyah 2003).


Pengobatan untuk diare
a)         Obat anti sekresi
Asetosal dosis 25 mg / tahun dengan dosis minimun 30 mg klorpromazin. Dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
b)        Obat spasmolitik
Umumnya obat spasmolitik seperti papaverim, ekstrak beladorand, opium loperamid tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi.
c)         Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebab kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari atau antibiotik lainnya sesuai dengan jenis penyebabnya.  ( Ngastiyah, 2003)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROGRAM KIA

BOUNDING ATTACHMENT

ASKEB IBU HAMIL PATOLOGI DENGAN SEROTINUS